Mafia Tanah di Kabupaten Sergai
Kasus Mafia Tanah yang Diusut Kejati Sumut tak Jelas, Sampai Sekarang tak Ada Tersangkanya
Kasus mafia tanah di Kabupaten Sergai yang diusut Kejati Sumut tak jelas sampai sekarang, karena tak ada tersangkanya
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.COM,SERGAI- Kasus mafia tanah di Kabupaten Sergai yang diusut Kejati Sumut tak jelas.
Sampai sekarang, tak satupun yang dijadikan tersangka oleh Kejati Sumut, terkait kasus mafia tanah modus perambahan hutan lindung di Dusun XI, Desa Kota Pari, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Sergai itu.
Padahal, sudah ada 60 saksi yang diperiksa, termasuk pejabat BPN Sumut dan pejabat Pemkab Sergai.
Baca juga: BPN Sumut Janji Pecat Anggotanya yang Jadi Mafia Tanah
"Hingga kini tim masih melakukan penyelidikan atas dugaan pidana alih fungsi kawasan tersebut. Tim telah memanggil kurang lebih 60 orang saksi," kata Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos Arnold Tarigan, Minggu (2/10/2022).
Yos mengatakan, penyidik Pidana Khusus Kejati Sumut juga sudah turun ke lapangan melakukan pengusutan.
Lagi-lagi, hasilnya belum jelas.
Belum ada satupun pihak yang dijadikan tersangka, termasuk orang yang menguasai lahan dimaksud.
Baca juga: Ratusan Petani Geruduk Kantor BPN Sumut, Bawa Spanduk Tangkap Mafia Tanah
"Pemeriksaan lahan, pengukuran serta menentukan titik koordinat bersama tim ahli bertujuan untuk mengetahui titik batas lahan yang menjadi objek permasalahan dalam kawasan hutan lindung Sergai," kata dia.
Sementara itu, berdasarkan observasi yang dilakukan Tribun-medan.com terhadap lahan yang bermasalah itu, tampak sekarang sudah ditanami pohon pisang, buah naga, dan kelapa.
Lahan itu disebut milik seorang bernama Edi Subarja alias Acon, yang juga pemilik perusahaan PT Pandan Indah Rahayu.
Luas lahan yang dikuasai Acong diperkirakan sepanjang 43,8 hektare.
Baca juga: Kunjungi Kepala BPN, Kapolres Tanjungbalai Akan Bantu Sikat Mafia Tanah
Dimana sebagian kawasan itu masuk ke dalam areal hutan lindung.
Abdul Khair, Kepala Desa Kota Pari yang dihubungi Tribun beberapa waktu lalu mengatakan, alih fungsi kawasan di daerahnya yang menurut Dinas Kehutanan merupakan kawasan hutan lindung telah terjadi sekitar tahun 1989 lalu.
Khair menyebutkan, dahulunya kawasan itu adalah tanah garapan yang dijadikan masyarakat tempat bercocok tanam.
Tanah itu kemudian dijual belikan kepada seorang pengusaha asal Medan untuk dijadikan tambak udang.
Baca juga: PERINGATAN Keras Mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto kepada Mafia Tanah
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/tambak-udang-hutan-lindung-mafia-tanah.jpg)