KONFLIK IAKN Tarutung antara Yusuf Henuk vs Bupati Taput jadi UKN Berujung Pidana UU ITE
Kasus polemik pembentukan Universitas di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) berujung pidana UU ITE.
Penulis: Victory Arrival Hutauruk | Editor: Randy P.F Hutagaol
Baginya, postingan Facebook Prof Yusuf tidak ada mengandung unsur pidana. Namun hal tersebut dijadikan alat membungkam yang bersangkutan.
"Saya tidak ngerti, saya sudah baca postingan nya sebenarnya konsep perbedaan pandangan aja tidak ada masalah. Enggak ada pidana semua itu. Nikson ini terkesan mau membungkam si Prof YLH," beber Rinto.
Terkahir, ia menyebutkan bahwa seharusnya kedua belah pihak duduk sama untuk mendiskusikan formula terbaik dari IAKN bukan malah ajang lapor-melapor.
"Saya lihat juga ada kepentingan Bupati Taput tapi kita tetap menghargai. Jangan langsung kesitu (mempidanakan), ini kan perbedaan pendapat kok sampai begitu. Tujuan Prof YLH bagus, tujuan Bupati Taput juga bagus. Cuma jadi mengkerucut kepada lapor-melapor itu kurang pas. Yang duluan melapor Pak Nikson ya. Harus nya duduk bareng lah mereka cari formula yang benar, intinya ada Universitas di Kabupaten Taput yaudah buat itu. Jangan UU ITE jadi alat untuk membungkam," pungkasnya.
Rinto menjelaskan penetapan kliennya sebagai tersangka kasus UU ITE oleh Polres Tapanuli Utara adalah hal yang keliru.
Rinto Maha yang menjadi kuasa hukum yang bersangkutan menyebutkan bahwa kliennya ditetapkan menjadi tersangka tanpa adanya pendampingan hukum.
"Sayakan baru kuasa hukum di Polda udah lama. Kuasa hukum Polres (Taput) baru ditunjuk semalam waktu beliau jadi tersangka. Semalam ditetapkan jadi tersangka, tanpa pendampingan kami seperti itu," tuturnya.
Ia membeberkan bahwa dirinya sangat menyesalkan penetapan tersangka terhadap Prof Yusuf L Henuk tanpa adanya mediasi.
Rinto melanjutkan adanya proses yang keliru terkait penetapan seseorang menjadi tersangka sesuai Perkap (Peraturan Kapolri) yang dilakukan Polres Tapanuli Utara.
"Poin pertama, menyesalkan kenapa ditetapkan kasus itu tiba-tiba jadi tersangka tanpa proses mediasi jadi enggak sesuai Perkap. Kedua, kita minta agar Polres (Taput), teman-teman penyidik ya profesional, sesuai Perkap undang Mabes Polri dan Cyber krimsus karena terkait ini kan pasal 23 ayat 3," tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa seharusnya, sesuai Perkap Undang-Undang ITE, seseorang dijadikan tersangka harus menjelaskan kasus tersebut dihadapan Bareskrim Polri via video conference.
"Kalau sesuai Perkap itu kan bilang harus dihadapan Bareskrim. Jadi tidak gampang sekarang buat seseorang jadi tersangka. Ketiga, setelah dua tahapan ini tidak ada. Harusnya di tahapan kedua tadi terlapor dan pelapor diundang, dihadapan penyidik di bareskrim. Ketetapan kedua ini tidak ada," bebernya.
Bagi Rinto bahwa penyidik Porles Taput terlalu terburu-buru menjadikan Prof Yusuf L Henuk sebagai tersangka tanpa adanya pemeriksaan saksi-saksi
"Kita sesalkan terlalu cepat tiba-tiba naik penyelidikan, penyidikan langsung tersangka. Enggak kayak gitu. Naik penyidikan periksa dulu saksi baru tetapkan jadi tersangka. Teman-teman di Polres Taput harus paham tentang penyidikan, yang dua masalah Perkap terbaru tentang penanganan UU ITE. Ini engga, begitu naik ada dua alat bukti permulaan cukup langsung di tes kan hakim itu tapi ini udah dibuat gitu. Jadi saya lihatnya itu tidak berimbang dan prematur," tegasnya.
Lebih lanjut, bahwa ia meminta kasus ini seharusnya bisa dilakukan mediasi dengan adanya Restorative justice.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/tangkapan-layar-di-akun-facebook-prof-yusuf-l-henuk-sedang-berada-di-iakn.jpg)