Ngopi Sore
Setelah KPK Jerat Edhy, Apakah Susi Kembali Masuk Skuat Jokowi?
Sejak Edhy jadi menteri, tidak ada lagi kapal asing yang dieksekusi, dan perairan Indonesia kembali ramai oleh kapal-kapal berbendera asing.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
MENTERI Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, dikabarkan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan di media sosial, terutama Twitter, nama Susi Pudjiastuti segera menjadi trending topic. Kenapa?
Bagi siapa pun yang tidak bersikap terlalu masa bodoh terhadap perkembangan politik nasional, tentunya, korelasi hal di atas tak perlu dijelas-jelaskan lagi. Keterkaitannya sudah sangat terang. Susi Pudjiastuti adalah bos Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) pada periode pertama pemerintahan Joko Widodo.
Periode kedua, ia digantikan. Satu di antara sekian keputusan presiden yang dianggap keliru. Betapa tidak. Edhy Probowo, pengganti Susi, tidak memiliki pengalaman apapun yang berkenaan dengan laut. Apalagi ikan.
Riwayat kariernya sebagai berikut –saya runut dari yang terdekat dengan jabatan menteri: anggota DPR RI daerah pemilihan Sumatra Selatan (periode 2014-2019 dan 2009-2014) dengan perahu Partai Gerindra, orang kepercayaan Prabowo Subianto, taruna Akabri (namun diberhentikan karena melanggar disiplin), dan atlet pencak silat.
Apakah sama sekali tidak ada? Maksudnya, pengalaman yang berkenaan dengan laut dan ikan? Ehm, sebenarnya ada, sih. Namun tentunya bukan pengalaman lapangan seperti Susi. Hanya pengalaman di balik meja. Pengalaman teoritis dan birokratis.
Saat menjabat anggota dewan, Edhy berada di Komisi IV, komisi yang membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan dan pangan. Sebelumnya, tatkala "aktif mendampingi" Prabowo, ia juga merupakan bagian dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), organisasi yang diketuai Prabowo Subianto.
Pendepakan Susi dari kursi bos KKP sempat ramai. Banyak yang menduga, keputusan Jokowi erat berhubungan dengan kegerahan pihak-pihak yang selama lima tahun kepemimpinan Susi merasa dirugikan; para "cukong" yang bisnisnya goyah.
Dugaan ini, kemudian melipir ke arah kecemasan. Edhy Prabowo akan menganulir kebijakan-kebijakan strategis Susi dan mengembalikan kondisi kelautan dan perikanan Indonesia seperti sebelum periode pertama jabatan Jokowi –laut yang dikuasai oleh para cukong, para pebisnis besar, dan nelayan-nelayan penantang badai hanya tinggal dongeng klasik pengantar tidur.
Dan begitulah. Kecemasan, ndilalah, ternyata memang terbukti. Tidak tanggung-tanggung pula. Bukan hanya satu, tetapi sekaligus empat kebijakan Susi dianulir Edhy. Satu, kebijakan paling populer, penenggelaman kapal-kapal asing yang nyelonong masuk perairan Indonesia untuk mencuri ikan.
Sejak Edhy jadi menteri, tidak ada lagi kapal asing yang dieksekusi, dan perairan Indonesia kembali ramai oleh kapal-kapal berbendera asing.
Apalagi kebijakan ini didukung pula oleh penganuliran kebijakan lain tentang pembatasan ukuran kapal. Di era Susi, kapal-kapal berukuran di atas 150 GT dilarang menangkap ikan di perairan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Kapal ikan 150 GT plus, menurut Susi, akan membuat eksploitasi ikan secara berlebihan. Tidak ada yang tersisa bagi nelayan tradisional yang melaut mengandalkan kapal kecil apalagi sampan atawa perahu saja.
Edhy juga mencabut larangan penggunaan cantrang dan 16 alat cantrang lain. Pendek kata, sejak Edhy jadi bos baru KKP, laut Indonesia kembali menjadi medan tarung adu kuat, dan sudah barang tentu, para cukong dengan kapal-kapalnya yang serba canggih menelan habis nelayan-nelayan kecil.
Yang lain? Edhy menganulir kebijakan pelarangan ekspor benih lobster alias benur. Saat keputusannya memunculkan gelombang protes, termasuk dari Susi Pudjiastuti, dengan santai Edhy bilang bahwa kebijakannya justru akan membuat kehidupan para nelayan tradisional pembudidaya lobster jadi lebih baik. Edhy juga bilang, sejak Susi memberlakukan larangan ekspor, angka penyelundupan justru meningkat.
"Karena dilarang makanya orang mengekspor secara sembunyi-sembunyi. Uangnya tidak masuk ke negara. Jadi negara ikut rugi. Dari pada begitu, lebih baik keran ekspor dibuka lagi," katanya.
Kilah Edhy Prabowo tidak meredakan suara sumbang. Malah makin kencang. Namun Edhy jalan terus. Setidaknya sampai Rabu dini hari, 25 November 2020. Dia disebut-sebut ditangkap KPK. Tudingannya, korupsi terkait ekspor benur.
Runutan yang mirip tipikal jalinan kisah dalam sinetron "kumenangis" di stasiun televisi swasta nasional ini pun segera melesatkan reaksi. Media sosial segera riuh. Nama Susi Pudjiastuti disebut-sebut. Apa kabar, Ibu Susi? Apakah Ibu Sehat hari ini.
Saya sendiri, apa boleh buat, terikut-ikut. Bahkan lebih jauh, saya mulai membangun pengandai-andaian dalam pikiran. Selama ini, saya suka menyamakan kepala pemerintahan, tak terkecuali presiden, dengan pelatih sepak bola. Perihal Pak Jokowi, dalam pengandai-andaian saya yang tentu saja subjektif dan karena itu sah saja dibantah, dia adalah Jose Mourinho.
Kenapa Mourinho? Saya menggunakan sudut pandang pemikiran dan langkah mereka. Mourinho maupun Jokowi sama-sama extra ordinary, di luar kelaziman. Mourinho sudah melakukannya berkali-kali, dan saya kira, saya tidak perlu menjabarkannya di sini. Anda bisa mencari di internet dan membacanya sendiri.
Jokowi? Satu di antara yang tak lazim itu adalah mengangkat Susi Pudjiastuti, seorang perempuan bertato, perokok berat, bicara ceplas-ceplos, dan cuma mengantongi ijazah SMP sebagai menteri.
Setelah KPK menjerat Edhy Prabowo, dalam benak saya mulai mereka-reka. Mungkinkah Presiden Jokowi kembali menempatkan Susi dalam skuatnya? Jose Mourinho mengaku pernah melakukan kesalahan-kesalahan. Ia membuang pemain yang tidak semestinya dibuang. Di antaranya Bastian Schweinsteiger dan Morgan Schneiderlin. Namun Mourinho berhenti sebatas pada penyesalan. Ia tak pernah merekrut ulang pemain-pemain itu. Mungkinkah Jokowi melakukannya?
Saat saya mengemukakan pengandai-andaian ini pada seorang kawan, dia memberikan tanggapan yang membuat saya terdiam. Bilangnya, kalau pun Jokowi mau, belum tentu Susi mau. Lho, kenapa? Sakit hati? Kawan saya itu menggeleng, dan bilang, Susi mungkin saja sebenarnya mau, tapi dia tahu kembalinya ia ke skuat akan membawa masalah lantaran pemilik klub tak suka padanya.
Alamak!(t agus khaidir)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/susi-2.jpg)