Ngopi Sore

Main Curanglah Secara Elegan, Jangan Kampungan, Kayak Tetangga Kita

Pada dasarnya tak ada negara penyelenggara kejuaraan multicabang yang tidak curang. Hanya kadar kecurangannya yang berbeda-beda.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
KOPAS.COM/DOK.KEMENPORA
OFISIAL Tim Sepak Takraw Indonesia melancarkan protes kepada wasit pada pertandingan sepak takraw puteri SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, kemarin. Indonesia memutuskan mundur dari pertandingan karena merasa dicurangi. 

TAHUN depan, Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games. Persiapan saat ini rata-rata sudah rampung 70 sampai 80 persen. Mulai dari arena-arena pertandingan, penginapan- penginapan, angkutan atlet dari dan menuju tempat pertandingan dan latihan, dan sebagainya.

Bagaimana dengan persiapan mental? Menjadi penyelenggara kejuaraan multi cabang seakbar Asian Games tentu tak cukup hanya bermodalkan infrastruktur. Diperlukan juga kesiapan mental. Bagaimana agar dapat menjadi tuan rumah yang baik dan menyenangkan. Ini tak kalah penting.

Tak dipungkiri, menjadi tuan rumah memang merupakan kesempatan terbaik untuk mendongkrak posisi. Sekali lagi, mendongkrak posisi, bukan prestasi. Artinya, tanpa prestasi yang melejit secara signifikan sekali pun posisi bisa terdongkrak.

Negara yang biasanya medioker beranjak ke papan atas. Yang langganan papan atas melesat ke singgasana juara. Caranya adalah lewat kecurangan-kecurangan. Mulai dari kecurangan- kecurangan ringan yang bersifat nonteknis sampai kecurangan berat yang betul-betul mencederai semangat sportivitas.

Di level Asia Tenggara, pada ajang SEA Games, Vietnam mengejutkan tatkala meraih gelar juara umum saat bertindak sebagai tuan rumah di tahun 2003. Mereka meraih 158 emas, nyaris tiga kali lipat dari torehan Indonesia yang berada di posisi tiga. Padahal, dua tahun sebelumnya di Malaysia, Vietnam hanya sampai di posisi empat. Meraih hanya 33 medali emas. Bagaimana lejitan yang sungguh aduhai ini bisa terjadi hanya dalam dua tahun?

Filipina lebih mengejutkan. SEA Games 2005 digelar di Manila dan Filipina melibas semua kontestan. Mereka meraih 113 medali emas. Lebih banyak 65 medali dibanding pada SEA Games 2003 dan 83 medali di SEA Games 2001. Dua tahun berikutnya di Thailand, Filipina melorot ke posisi enam, meraih hanya 41 medali emas.

Jika boleh jujur, pada dasarnya tak ada negara penyelenggara kejuaraan multicabang yang tidak curang. Hanya kadar kecurangannya yang berbeda-beda. Amerika Serikat dan China yang merupakan negara-negara kuat di Olimpiade pun berlaku curang. Atau barangkali, lebih tepat sebutannya, bersiasat.

Misalnya, sengaja memapas cabang-cabang yang tak potensial memberi gelar dan menggantinya dengan cabang lain di mana atlet-atletnya lebih kompetitif dan berpeluang besar meraih medali. Walau salah, kecurangan semacam ini, masih bisa dibilang elegan. Indonesia termasuk yang sering melakukannya.

Apakah kecurangan-kecurangan di lapangan tidak ada? Pasti ada. Terutama oleh wasit. Tidak ada wasit di dunia, di cabang apapun di ajang apapun, yang 100 persen bersikap adil. Sedikit banyak, mereka pasti membela tuan rumah. Ini manusiawi belaka. Tak perlu ditelisik lebih jauh dari sisi moralitas dan sportivitas.

Persoalannya, sedikit bantuan dari wasit tak akan mampu mengubah hasil pertandingan. Kualitas teknik, pengalaman, stamina, memegang peranan yang lebih penting. Namun saat kadar bantuan ditingkatkan, perbedaan teknik jadi tak berarti lagi.

Kecenderungan seperti inilah yang sekarang sedang terjadi di Malaysia. Mereka sangat dominan. Bukan cuma di cabang favorit dan selalu jadi andalan, mereka juga mampu menang di cabang- cabang di mana atlet-atletnya berkualitas medioker.

SEA Games Kuala Lumpur 2017 belum berlangsung setengah jalan dan tuan rumah telah unggul sangat jauh. Malaysia di puncak tabel peringkat dengan torehan 21 emas, 18 perak, 15 perunggu (hingga Senin, 21 Agustus, sore). Mengekor di belakangnya Singapura dengan 9 emas, 10 perak, 8 perunggu, disusul Thailand, Vietnam, dan Indonesia yang baru mengumpulkan 5 emas, 7 perak, dan 13 perunggu.

Namun dominasi ini meninggalkan jejak noda. Banyak keganjilan yang menyeruak. Paling anyar menimpa tim sepak takraw puteri Indonesia, yang setelah berulangkali dikerjai wasit, akhirnya memutuskan untuk mundur dari pertandingan dan memberikan kemenangan pada Malaysia.

Tim nasional sepakbola punya cerita lain yang tak kalah menjengkelkan. Mulai dari kehabisan makanan untuk makan malam sampai pengadil yang secara terang-terangan menunjukkan sikap tak adil.

PEMAIN Timnas Indonesia bersitegang dengan pemain Timor Leste dalam babak kualifikasi Grup B Sepakbola SEA Games, di MPS Stadium, Selayang, Malaysia, Minggu (20/8/2017).
PEMAIN Timnas Indonesia bersitegang dengan pemain Timor Leste dalam babak kualifikasi Grup B Sepakbola SEA Games, di MPS Stadium, Selayang, Malaysia, Minggu (20/8/2017). (THE JAKARTA POST/SETO WARDHANA)

Permainan-permainan pemain Timor Leste yang sangat membahayakan dan berlangsung nyaris sepanjang pertandingan, baru diganjar hukuman di menit akhir. Itu pun lantaran kebrutalan yang dipertontonkan pemain Timor Leste sudah keterlaluan. Jika tidak, barangkali Nagor Amir Noor Mohamed, wasit berkebangsaan Malaysia ini, tetap akan menutup mata.

Pun demikian, seraya memberikan kartu merah untuk pemain Timor Leste, dia juga mengacungkan kartu kuning untuk dua pemain Indonesia, Marinus dan Evan Dimas. Kartu kuning Evan Dimas membuatnya tidak bisa bermain dalam laga krusial kontra Vietnam.

Belum lagi cerita-cerita miring perihal dugaan kecurangan nonteknis lain. Ada gambar bendera yang terbalik. Ada pemindahan hotel yang serba mendadak. Ada keterlambatan kendaraan jemputan atlet ke lokasi pertandingan.

Begitulah, SEA Games masih akan digelar hingga 30 Agustus. Barangkali masih akan banyak kecurangan terjadi. Di Indonesia, khususnya di media sosial, banyak warnaget mengusulkan agar kontingen Indonesia melakukan aksi walk out secara menyeluruh. Mundur dari SEA Games.

Saya kira tidak perlu seperti itu. Selain kerdil, juga akan memberi dampak besar. Indonesia bisa kena sanksi. Tetaplah bertanding. Kalau pun kalah lantaran dicurangi, ya, diterima saja, sembari dijadikan pelajaran dan penegasan, bahwa ketika kita jadi tuan rumah Asian Games tahun depan, janganlah bersikap seperti tetangga kita ini. Jadilah tuan rumah yang baik. Kalau pun mau curang, lakukan secara elegan. Jangan grasak-grusuk. Jangan kampungan!(t agus khaidir)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved