Breaking News

TRIBUN WIKI

Demo Filipina 21 September 2025 Mengingatkan Kembali Revolusi People Power

Revolusi People Power di Filipina, yang juga dikenal sebagai Revolusi EDSA adalah demonstrasi massal tanpa kekerasan pada 22 hingga 25 Februari 1986.

Penulis: Array A Argus | Editor: Array A Argus
rappler.com
MENENTANG KEDIKATORAN- Ilustrasi gambaran masyarakat Filipina turun ke jalan menentang kediktaroran rezim Presiden Ferdinand Marcos. Demo Revolusi People Power atau Epifanio de los Santos Avenue (EDSA) yang terjadi pada 1986 berhasil menumbangkan Ferdinand Marcos. 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Pecahnya kerusuhan saat demo Filipina 21 September 2025 kemarin mengingatkan masyarakat akan peristiwa Revolusi People Power atau Epifanio de los Santos Avenue (EDSA) yang terjadi pada tahun 1986.

Bedanya, saat itu aksi demo berjalan tanpa kekerasan.

Bahkan, aksi demo kala itu mendapat dukungan dari kalangan militer yang tidak puas dengan rezim Presiden Ferdinand Marcos.

Ferdinand Marcos adalah ayah dari Presiden Filipina saat ini Ferdinand R. Marcos Jr.

Baca juga: Demo Filipina Rusuh, Warga dan Polisi Bentrok, Mencuat Perpecahan Angkatan Bersenjata

Meski punya catatan sejarah kelam, Ferdinand R. Marcos Jr bisa meraih tampuk kekuasaan di Filipina.

Bongbong Marcos, sapaan Ferdinand R. Marcos Jr, berhasil terpilih sebagai Presiden Filipina pada pemilihan umum yang diselenggarakan pada Mei 2022.

Ia resmi dilantik menjadi presiden pada 30 Juni 2022.

Marcos Jr memenangkan suara sebanyak sekitar 31,6 juta atau 58,77 persen dari total suara, yang merupakan mandat pemilihan terbesar dalam sejarah demokrasi Filipina.

Masa jabatannya akan berlangsung selama enam tahun sampai 2028.

Baca juga: MOBIL Pejabat Terpantau Masih Nyalakan Rotator, Berikut Daftar Pemakainya Sesuai Aturan

Namun, di tengah kepemimpinannya itu, Bongbong Marcos diguncang demonstrasi besar pada 21 September 2025 kemarin.

Masyarakat marah, minta agar kasus korupsi proyek pengendalian banjir yang menelan kerugian hingga miliaran peso itu diusut tuntas.

DEMO FILIPINA- Kerusuhan pecah dalam aksi demo di Filipina yang terjadi pada 21 September 2025 kemarin.
DEMO FILIPINA- Kerusuhan pecah dalam aksi demo di Filipina yang terjadi pada 21 September 2025 kemarin. (Kompas.com)

Kilas Balik Revolusi People Power

Revolusi People Power atau Revolusi Epifanio de los Santos Avenue (EDSA) di Filipina pada tahun 1986 adalah demonstrasi massal tanpa kekerasan yang berlangsung dari 22 hingga 25 Februari.

Revolusi ini berhasil menggulingkan Presiden Ferdinand Marcos yang memimpin dengan rezim otoriter selama lebih dari dua dekade.

Demonstrasi ini dipusatkan di Epifanio de los Santos Avenue, Metro Manila, sehingga dinamai Revolusi EDSA.

Baca juga: Pakar Gizi Angkat Bicara Banyak Siswa Keracunan Makan Bergizi Gratis, Penyebabnya

Penyebab utama revolusi ini adalah krisis ekonomi dan politik yang parah di Filipina, serta kemarahan rakyat terhadap rezim Marcos yang represif dan korup.

Pemicu besar lainnya adalah pembunuhan senator oposisi Benigno "Ninoy" Aquino Jr. pada tahun 1983, yang mengakibatkan kemarahan dan pemberontakan luas dari rakyat dan beberapa sekutu pemerintahan yang berbalik menentang Marcos.

Selain itu, pada pemilihan presiden 7 Februari 1986, Marcos diduga melakukan kecurangan besar dan intimidasi supaya terpilih kembali, yang membuat rakyat dan oposisi mendukung Corazon "Cory" Aquino, istri Ninoy Aquino.

Melihat kecurangan yang ada, dua pejabat militer, yakni Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Wakil Ketua Angkatan Bersenjata Fidel Ramos, menarik dukungan untuk Marcos.

Baca juga: Penyakit Lyme Tidak Hanya Menyerang Bella Hadid, Avril Lavigne dan Justin Timberlake Pernah Kena

Penarikan dukungan ini memicu gelombang besar rakyat turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi damai menentang kecurangan dan rezim otoriter Marcos.

Selain itu, perpecahan militer antara pasukan yang setia kepada Marcos, yang dipimpin oleh Jenderal Ver, dan kelompok militer yang mendukung usaha kudeta dan pemberontakan di bawah pimpinan tokoh seperti Fidel Ramos dan Juan Ponce Enrile menggerogoti kekuasaan militer Marcos dan menjadi salah satu kunci kemenangan revolusi yang berujung pada penggulingan Marcos tanpa pertumpahan darah besar.

Aksi damai rakyat yang dikenal sebagai People Power ini akhirnya berhasil mengakhiri rezim Marcos tanpa pertumpahan darah besar.

Cory Aquino dilantik sebagai presiden baru Filipina, menandai berakhirnya kediktatoran Marcos dan dimulainya era demokrasi di Filipina.

Baca juga: Ada 52 Perwira, Polri Resmi Bentuk Tim Transformasi Reformasi Polri, Berikut Tuntutan 17+8 Rakyat

Profil Ferdinand Marcos

Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos Sr. (11 September 1917 – 28 September 1989) adalah Presiden kesepuluh Filipina yang menjabat dari 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986.

Ia lahir di Sarrat, Ilocos Norte, Filipina. Marcos dikenal cerdas dan lulus cum laude dari Fakultas Hukum Universitas Filipina pada tahun 1939.

Ia juga berperang melawan Jepang dalam Perang Dunia II dan menerima penghargaan atas jasanya.

Baca juga: Kronologis Kapolsek AKP Nundarto Digerebek di Rumah Guru PAUD Janda Anak Dua, Ngumpet di Dapur

Marcos menikah dengan Imelda Romuáldez pada tahun 1954, dan dikaruniai beberapa anak, termasuk Ferdinand Marcos Jr. (Bongbong Marcos).

Karier politiknya dimulai dengan bergabung ke Partai Nacionalista, dan pada 1965 dia berhasil mengalahkan Presiden Diosdado Macapagal dalam pemilihan presiden.

Pada masa pemerintahannya, Marcos membentuk rezim otoriter dimulai dengan pemberlakuan hukum darurat militer pada 1972 yang dipakai untuk menekan oposisi politik dan memperpanjang masa kekuasaannya.

Ia terpilih kembali pada tahun 1981 dalam masa jabatan enam tahun.

Baca juga: Kabar Terbaru Kenaikan Gaji PNS, Selain Dapat Tunjangan Kinerja, Berikut Gaji PNS Sesuai Golongan

Masa pemerintahannya dicirikan oleh korupsi besar, pelanggaran hak asasi manusia, serta reputasi despotik.

Salah satu peristiwa penting yang memicu ketidakpuasan publik adalah pembunuhan senator oposisi, Benigno Aquino Jr., pada tahun 1983.

Ketidakpuasan rakyat yang memuncak berujung pada Revolusi People Power pada Februari 1986 yang akhirnya menggulingkan Marcos dan mengakhirinya masa kediktatoran.

Setelah terguling, Marcos melarikan diri ke Hawaii, di mana ia meninggal pada tahun 1989 akibat penyakit.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved