Berita Viral

Pengakuan Wanita Dokter Palsu, Awal Mula Terbongkar Kedoknya, Berani Suntik Pasien Vonis HIV

Terungkap pengakuan wanita yang menyamar sebagai dokter. Beraninya FE dokter gadungan alias dokter palsu buka praktik di Bantul.

|
Editor: Salomo Tarigan
Tangkapan Layar Instagram
TAMPANG DOKTER PALSU - Tampang Wanita inisial FE (26) ngaku dokter padahal gadungan alias palsu kini sudah digelandang di Polres Bantul. Wanita lulusan SMA ini minta maaf tapi sebut ada pasien membaik usai terapi di tempatnya. 

Akan tapi, tersangka nekat belajar kedokteran dan mengenal alat-alat dokter dari internet. 

Ia pun mengaku membuat ID sebagai dokter dan membeli alat-alat kebutuhan medis di apotek. 

"Saya baru ngambil darah saja (kepada korban)," ucap tersangka FE.

Adapun hasil kerja sebagai dokter gadungan itu dipergunakan untuk keperluan pribadi tersangka.

Bahkan,uang yang didapatkan sudah habis untuk keperluan pribadi.

"(Tersangka sampai di Bantul) milih lokasi sedapatnya," tutup dia.

Fakta-faktanya yang Dirangkum Tribun-medan.com

Di balik jas putih dan stetoskop yang dikenakan FE, tersimpan kisah kelam tentang obsesi masa kecil yang berubah menjadi penipuan berskala besar. Bermodalkan informasi dari internet dan keberanian yang nekat, lulusan SMA ini menjalankan praktik medis palsu di wilayah Kapanewon Sedayu, Bantul, Yogyakarta, hingga menjerat seorang warga dengan kerugian lebih dari setengah miliar rupiah.

Awal Mula: Terapi untuk Sang Anak

Kisah ini bermula pada Juni 2024, ketika J, seorang warga Sedayu, mencari terapi untuk anaknya. Lewat perantara tantenya, J diarahkan ke tempat praktik FE di Pedusan, Kalurahan Argodadi. Tanpa papan nama atau keterangan resmi, praktik tersebut hanya dikenal oleh warga sekitar. FE, yang juga memiliki usaha bimbingan belajar, dikenal sebagai dokter oleh lingkungan sekitarnya. J mendaftar dalam program terapi dan diminta membayar Rp 15 juta. Tak lama kemudian, FE menyampaikan bahwa anak J mengidap Mythomania, gangguan mental yang ditandai dengan kebiasaan berbohong patologis. Biaya tambahan sebesar Rp 7,5 juta pun diminta.

Jerat yang Semakin Dalam

Seiring waktu, permintaan biaya terus meningkat. Pada Agustus 2024, FE meminta jaminan pengobatan sebesar Rp 132 juta. November 2024, biaya terapi psikologi Rp 7,5 juta dan uang talangan Rp 46,95 juta kembali diminta. Bahkan, sertifikat tanah atas nama ayah korban dijadikan jaminan. Puncaknya terjadi pada Februari 2025, ketika FE memvonis anak J mengidap HIV dan menawarkan pengobatan senilai Rp 320 juta. Vonis tersebut didasarkan pada pengambilan sampel darah keluarga korban saat pemeriksaan anak. Juli 2025, FE kembali meminta Rp 10 juta dengan iming-iming pencairan deposit.

Kebenaran Terungkap

Kecurigaan J memuncak. Ia memeriksakan anaknya ke RS PKU Muhammadiyah Gamping dan hasilnya negatif HIV. Ia juga mengecek status FE di RSUP dr. Sardjito, tempat FE mengaku bekerja. Hasilnya, FE tidak tercatat sebagai tenaga medis. Laporan pun dibuat ke Polres Bantul. Pada 5 September 2025, polisi menangkap FE di lokasi praktiknya. Barang bukti berupa baju dokter, telepon, dan vitamin disita. Dalam pemeriksaan, FE mengaku hanya lulusan SMA dan belajar dari internet. Ia mengaku terobsesi menjadi dokter sejak kecil.

Modus dan Pengakuan

Menurut Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Achmad Mirza, FE pernah mengambil sampel darah, menyuntik, menginfus, dan memberikan obat langsung tanpa resep. Ia membeli peralatan medis dari apotek dan menjalankan praktik tanpa izin resmi. Uang hasil penipuan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. "Tersangka dikenal sebagai dokter karena memiliki usaha bimbingan belajar. Warga percaya ia benar tenaga medis," ujar Mirza.

Jerat Hukum Menanti

FE kini mendekam di Polres Bantul dan dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara. Ia juga dikenai Pasal 439 dan 441 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana hingga 5 tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

Fenomena dokter gadungan menjadi alarm bagi masyarakat untuk lebih waspada dan ada 5 hal penting yang bisa dilakukan: 

- Selalu verifikasi identitas dokter melalui situs resmi KKI (Konsil Kedokteran Indonesia) atau IDI.

- Periksa lokasi praktik apakah terdaftar sebagai klinik atau fasilitas kesehatan resmi.

- Jangan mudah percaya pada diagnosis atau terapi yang tidak disertai bukti medis dan rekam medis resmi.

- Laporkan segera ke aparat jika menemukan praktik mencurigakan.

- Kasus FE menunjukkan bahwa di era informasi digital, pengetahuan medis tidak bisa disamakan dengan kompetensi dokter. Keamanan pasien hanya bisa dijamin melalui tenaga medis yang sah dan berlisensi.

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

Sumber: Tribunsolo.com/Tribunnews.com

Baca juga: Hasil Liga Inggris Tadi Malam Arsenal vs Man City, Gol Martinelli Gagalkan Kemenangan Haaland dkk

Baca juga: 3 Alumni Akpol 1995 Pecah Bintang, Berikut Daftar 50 Alumni Akpol 1995 Pangkat Irjen dan Brigjen

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved