Sumut Terkini

Jaksa Masih Cari Dokumen pada Dugaan Korupsi Smartboard di Langkat, Pengamat: Pengaburan Penyidikan

Sorotan juga ditujukan atas pencarian dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) oleh penyidik Kejaksaan Negeri Langkat. 

Penulis: Muhammad Anil Rasyid | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ANIL
PENGGELEDAHAN - Kejari Langkat melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Pendidikan Langkat di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Kamis (11/9/2025).  

TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT- Penyidikan dugaan korupsi pengadaan smartboard pada Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, senilai Rp 50 miliar, terus mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. 

Sorotan juga ditujukan atas pencarian dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) oleh penyidik Kejaksaan Negeri Langkat

Pasalnya, mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, HPS itu baru berlaku untuk pengadaan barang dan jasa di tahun 2025 ini.

Pengamat Pendidikan dari Lingkar Wajah Kemanusiaan (Lawan) Institute Sumut, Abdul Rahim Daulay menilai, fokusnya penyidik terhadap penyusunan HPS hanya persoalan teknis. 

Karena itu, dia mencium adanya indikasi proses penyidikan untuk mengaburkan aktor intelektual.

"Jika aktor intelektual tidak tersangka, jangan sampai publik anggap lemah aparat penegak hukum terhadap urgensi penuntasan kasus ini.

Sebab, penyidik hanya berputar-putar di soal teknis administratif seperti HPS yang justru dapat saja publik mengartikan adanya dugaan pengaburan arah penyidikan," ujar Rahim di Stabag saat diminta tanggapannya, Kamis (25/9/2025).

Diketahui HPS merupakan salahsatu elemen dari proses pengadaan, berdasarkan pasal 26 angka 7 dalam Perpres No 16/2018. 

Ditambah lagi, pembelian smartboard menggunakan katalog melalui E-purchasing yang tidak perlu HPS.

Rahim berpendapat, penyidik harusnya menggali soal HPS apakah disusun dengan indenpen. 

"Atau memang sengaja diatur untuk melegalkan mark-up harga," ujar Rahim. 

Lemahnya penyidik dalam menuntaskan perkara dugaan korupsi smartboard ini, menurut Rahim, dapat merusak kepercayaan masyarakat. 

Soalnya, publik menunggu kepastian hukum terhadap kasus tersebut.

"Bukan prosedur yang berlarut-larut, ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi yang diinginkan Presiden Prabowo.

Mari sama sama kita mendukung Presiden Prabowo, publik sudah mulai ada yang bersuara untuk reformasi kejaksaan, tidak hanya Polri saja yang direformasi," ucap Rahim. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved