Berita Viral

Eks JAM Intel Pun Heran Kejaksaan Tak Kunjung Eksekusi Silfester Matutina, Mangkrak hingga 6 Tahun

Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM Intel) Jan Samuel Maringka mengungkap rasa herannya terkait eksekusi Silfester Matutina

Editor: Juang Naibaho
Istimewa
Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM Intel) Jan Samuel Maringka mengungkapkan rasa herannya terkait berlarut-larutnya eksekusi Silfester Matutina, terpidana 1,5 tahun penjara dalam kasus pencemaran nama baik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla. 

TRIBUN-MEDAN.com - Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM Intel) Jan Samuel Maringka mengungkapkan rasa herannya terkait berlarut-larutnya eksekusi terpidana Silfester Matutina dalam kasus pencemaran nama baik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla.

Eksekusi Silfester Matutina mangkrak hingga lebih 6 tahun. Mantan Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 tersebut, dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) pada Mei 2019 silam. Namun, sapai saat ini tak kunjung dieksekusi oleh Kejaksaan.

Menurut Jan maringka, alasan keberadaan Silfester Matutina kini masih dalam pencarian sangat tidak masuk akal.

Sebab, Kejaksaan telah dilengkapi alat yang canggih untuk melacak pelaku pidana.

“Saya inisiator bikin program Tangkap Buronan (Tabur) untuk 31 kejaksaan tinggi di seluruh Indonesia agar tidak ada lagi tempat aman bagi pelaku pidana. Nah, berdasarkan pengalaman, dengan alat yang semakin mapan saya kira untuk mengeksekusi Silfester ini tidak sulit lewat dengan segala perangkat baru yang dimiliki Kejaksaan RI,” tutur Jan di Jakarta, Selasa (2/9/2025).

Dia pun mendorong Kejaksaan RI lebih tegas dan segera mengeksekusi terpidana Silfester Matutina yang merupakan Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet).

Jan Maringka menilai eksekusi terhadap Silfester dapat menjadi kado terindah HUT ke-80 Kejaksaan RI yang baru pertama kali dirayakan tahun ini pada 2 September.

Ditambah pula Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Silfester.

"Tidak ada alasan untuk tidak segera eksekusi Silfester. Dan publik menanti keberanian Kejaksaan RI untuk segera mengeksekusi Silfester," tandas Jan Maringka. 

Situasi ini, kata Jan Maringka, tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena menjadi pertaruhan terhadap kredibilitas Kejaksaan RI. 

Apalagi Kejaksaan RI pada faktanya sangat mampu menangkap buronan sekelas pengemplang BLBI sekalipun.

“Juga menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum kita. Karena ini dari pendapat sejumlah orang bahwa ini menjadi sejarah pertama terkait dengan sulitnya mengeksekusi seorang  terpidana yang juga publik figur karena sudah berkekuatan hukum tetap,” pungkas Jan Maringka.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan jajaran kejaksaan sedang mencari keberadaan Silfester Matutina untuk segera dieksekusi.

"Sudah, kami sudah minta (eksekusi Silfester Matutina ke Kejari Jaksel) sebenarnya. Dan kita sedang cari. Dari Kajari kan sedang mencari kan. Kita mencari terus," kata Burhanuddin, usai peringatan HUT Kejaksaan, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (2/9/2025).

"Iya kita betul-betul. Kita sedang mencarinya," tambahnya.

Baca juga: Beda Nasib Nadiem Makarim dengan Silfester Matutina, Tingkah Kejagung Sampai Disorot Politisi PDIP

Duduk Perkara Silfester

Silfester Matutina dilaporkan kuasa hukum Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Bareskrim Polri pada Mei 2017.

Silfester dianggap melontarkan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Kalla atas orasinya. Dua tahun berselang atau pada 2019, Silfester divonis 1,5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA). 

Namun, sampai saat ini Silfester belum menjalani hukumannya. Mirisnya, Silfester woro-wiri di media televisi dan di ruang publik selama bertahun-tahun, namun tak kunjung direspons oleh Kejaksaan untuk melakukan penegakan hukum.

Berikut drama eksekusi Silfester Matutina bersama Kejaksaan:

20 Mei 2019
Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan dengan amar vonis 1,5 tahun penjara terhadap Silfester Matutina atas kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla.

30 Juli 2025
Kasus ini baru terungkap setelah Roy Suryo dan TPUA mendatangi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, untuk mempertanyakan putusan MA dan alasan Silfester tidak dieksekusi.

Isu ini mendapat sorotan tajam dari publik. Selain menghujat Silfester di media sosial, publik juga mendesak Kejaksaan segera eksekusi Silfester.

4 Agustus 2025
Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna bilang pihak Kejari Jakarta Selatan, telah mengundang Silfester untuk eksekusi.

Pada momen ini, Anang tidak menjelaskan tentang alasan tidak dieksekusinya Silfester sejak 2019. Dia cuma bilang, "Kita harus eksekusi."

Pada hari yang sama, Silfester Matutina di Mapolda Metro Jaya, bilang belum terima surat dari Kejari Jaksel. Silfester juga bilang sudah damai dengan Jusuf Kalla (JK), sudah bertemu tiga kali dengan JK, dan sudah menjalani proses hukum.

5 Agustus 2025
Meski bilang sudah damai dan bertemu tiga kali dengan Jusuf Kalla, lalu sudah menjalani proses hukum, Silfester mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kabar pengajuan PK ini baru diketahui publik beberapa hari kemudian.

Belakangan, PK ini digugurkan hakim PN Jakarta Selatan karena Silfester dua kali tidak hadir di persidangan. Hakim juga menilai surat keterangan sakit yang diberikan Silfester, tidak jelas.

6 Agustus 2025
Kapuspenkum Anang Supriatna, bilang Kejari Jakarta Selatan tetap akan mengeksekusi Silfester meski sudah berdamai dengan Jusuf Kalla. “Bagi kejaksaan tetap melaksanakan sesuai dengan aturannya, kita kan sudah inkrah (keputusan yang berkekuatan hukum tetap),” kata Anang.

Dia bilang, putusan MA akan dieksekusi oleh jaksa eksekutor pada Kejari Jaksel. Namun, ia mengaku tidak tahu kapan eksekusinya. Lagi-lagi, Anang tidak memberi penjelasan tentang alasan di balik tidak eksekusinya Silfester hingga 6 tahun.

11 Agustus
Kapuspenkum Anang Supriatna bilang, pengajuan PK oleh Silfester tidak akan menghalangi proses eksekusi putusan pengadilan. 

Saat ditanya awak media mengenai alasan eksekusi belum dilakukan, Anang bilang, “Coba tanya ke Kejari Jakarta Selatan, selaku jaksa eksekutornya.”

13 Agustus
Kapuspenkum Anang Supriatna bilang Kejari Jakarta Selatan telah menerima pemberitahuan resmi tentang jadwal sidang PK Silfester yang akan digelar 20 Agustus 2025.

Lagi-lagi tidak ada keterangan dari Kapuspenkum Kejagung ihwal alasan Kejaksaan tak kunjung eksekusi Silfester.

Pada hari yang sama, publik mulai menyoroti sosok Kepala Kejari Jaksel tahun 2019, di mana seharusnya Silfester dieksekusi sesuai putusan MA. Akhirnya terungkap Kajari Jaksel saat itu ternyata Anang Supriatna, yang kini menjabat sebagai petinggi Kejagung dengan posisi Kapuspenkum.

Anang dilantik menjadi Kajari Jaksel pada 29 April 2019. Selanjutnya pada Maret 2021, Anang promosi jabatan sebagai Asisten Pembinaan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Karier Anang terus melejit dan kini menduduki posisi Kapuspenkum.

14 Agustus 2025
Setelah sorotan publik makin menjadi-jadi, Kapuspenkum Anang Supriatna akhirnya bicara tentang alasan Silfester tak dieksekusi. Ia juga mengakui saat itu menjabat sebagai Kepala Kejari Jaksel.

Anang bilang, saat menjabat Kajari, ia telah mengeluarkan surat perintah eksekusi. Namun, saat itu Silfester hilang keberadaannya. "Kita sudah lakukan (perintah eksekusi) sesudah inkrah. Saat itu tidak sempat dieksekusi karena (Silfester) sempat hilang," ujarnya.

Setelah itu, Anang menyebut pandemi Covid-19 melanda Indonesia. "Kemudian keburu Covid, jangankan memasukkan orang, yang di dalam saja harus dikeluarkan," kata Anang.

Komjak Tak Berani Ungkap Alasan ke Publik

Komisi Kejaksaan (Komjak) juga merespons tumpulnya hukum terhadap Silfester. Dikutip dari Tribunnews, Komisioner Komjak Nurokhman mendatangi Kantor Kejari Jakarta Selatan pada Kamis (14/8/2025) siang.

Dia bilang, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan disebut telah menunjuk jaksa eksekutor guna mengeksekusi Silfester Matutina. "Sudah, sudah, itu sudah (menunjuk Jaksa eksekutor)," kata Nurokman, Kamis (14/8/2025).

Meski begitu Nurokhman belum bisa memastikan kapan Kejari Jakarta Selatan bakal mengeksekusi Silfester Matutina ke dalam penjara.

Ia hanya bicara normatif, bahwa pihaknya terus mendorong agar Kejari Jaksel segera mengeksekusi Silfester. "Untuk tanggal (eksekusi) nya sejauh ini on progres. Kita mendorong, ini kan masih dalam proses eksekusi," kata dia.

Selain itu dalam kunjungannya, Nurokhman mengklaim bahwa pihak Kejari Jaksel telah menyampaikan kendala apa saja yang dihadapi sehingga belum eksekusi Silfester.

Namun, ketika disinggung apa kendala yang dihadapi Kejari Jaksel, Nurokhman tidak berani mengatakannya ke publik. Dia bilang, hal itu merupakan strategi dari pihak Kejaksaan.

"Kalau penjelasan ke kami sudah ya, tetapi itu tidak bisa disampaikan ke publik karena itu ranah strategi banyak hal," jelasnya.

Pejabat Kejari Jaksel Bungkam

Sementara itu petinggi Kejari Jaksel masih bungkam mengenai tidak dieksekusinya Silfester sampai lenih 6 tahun.

Wartawan Tribunnews.com berupaya mengkonfirmasi kepada sejumlah pejabat di Kejari Jaksel pada Kamis (14/8/2025), untuk menanyakan alasan belum dilaksanakannya putusan pengadilan terhadap Silfester.

Adapun beberapa pejabat yang coba dikonfirmasi itu mulai dari Kepala Kejari Jaksel Iwan Catur Karyawan, Kepala Seksie Intelijen (Kasi Intel) Reza Prsetyo Handono serta Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Eko Budisusanto.

Namun Kajari Jaksel dan Kasi Intel tak memberikan jawaban baik melalui pesan WhatsApp maupun melalui sambungan telepon.

Sedangkan Kasi Pidum Eko Budisusanto menyebut dirinya sedang menjalani masa cuti sehingga belum bisa memberikan keterangan. Eko menuturkan bahwa selama dirinya cuti, pelaksana harian (Plh) Kasi Pidum diserahkan kepada Reza.

Tak hanya itu, di hari yang sama, Tribunnews juga coba mendatangi Kantor Kejari Jaksel yang berlokasi di Jalan Tanjung Barat (TB) Simatupang, Jagakarsa, Jakarta Selatan untuk meminta wawancara mengenai persoalan tersebut kepada Kajari Jaksel Iwan Catur dan Kasi Intel Reza Prasetya.

Setibanya di sana wartawan Tribunnews diarahkan oleh petugas keamanan Kejari untuk terlebih dahulu melapor kepada pihak Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Namun pada saat melapor, pihak PTSP mengatakan bahwa Catur dan Reza tidak berada di kantor sehingga wawancara terhadapnya pun tidak bisa dilakukan. (*/tribunmedan.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved