Berita Medan

Antara Panggilan Hati dan Pengabdian, Potret Guru Ngaji di Tengah Perubahan Zaman

Di barisan depan, seorang perempuan paruh baya dengan senyum lembut tampak membimbing mereka satu per satu.

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
ISTIMEWA
GURU NGAJI- Ibu Deswita (tengah, berpakaian putih) membimbing anak-anak membaca Al-Qur’an di Masjid Al-Muawannah, Medan Sunggal. Setiap sore, ia dengan sabar mengajarkan iqra dan tajwid kepada puluhan anak dalam kegiatan Maghrib Mengaji, menjadikan masjid sebagai ruang tumbuhnya generasi cinta Al-Qur’an. 

“Saya merasa ini bukan pekerjaan, tapi ibadah. Allah kasih saya kemampuan mengajar, ya harus dimanfaatkan,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Ia masih mengingat satu murid istimewa, anak dengan keterbatasan bicara yang akhirnya mampu membaca Al-Quran dengan lancar berkat kesabaran panjangnya. 

“Itu pengalaman paling berharga dalam hidup saya,” katanya lirih.

Setiap selesai mengajar, ia mengusap kepala murid-muridnya sambil berdoa dalam hati agar ilmu yang mereka pelajari menjadi amal jariyah.

“Kalau nanti saya sudah nggak ada, semoga mereka tetap ingat Al-Qur’an dan mengamalkannya,” ucapnya pelan.

Dari ruang tamu kecil hingga ruang masjid yang kini penuh cahaya, perjalanan Ibu Deswita adalah potret keikhlasan yang jarang tersorot. 

Di tengah hiruk-pikuk kota Medan, ia menjadi saksi bahwa profesi guru ngaji masih berdenyut hangat bukan sekadar mengajar huruf, tapi menanamkan nilai kehidupan.

“Selama saya masih bisa, saya akan terus mengajar. Karena bagi saya, mengajar itu panggilan hati,” tutupnya dengan senyum menenangkan.

(cr26/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Tags
guru ngaji
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved