Berita Medan

Tahapan Proses Penyusunan Raperda KTR Dipertanyakan, Ini Kata Pakar Hukum Tata Negara

NA ini adalah alat agar regulasi atau kebijakan yang dilahirkan tidak bersifat wacana dan tidak berdasarkan keinginan sekelompok orang. 

Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR
Kampanyekan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kantor Pemko Medan. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Pakar hukum tata negara Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Mirza Nasution mempertanyakan alur penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) Kota Medan

Dalam pembuatan perubahan Raperda, Mirza menekankan pentingnya memastikan proses penyusunan sesuai alur dan mengedepankan transparansi. 

Mirza Nasution memaparkan sebelum proses pembahasan pasal-pasal Raperda, DPRD Kota Medan harus memastikan terlebih dahulu penyusunan dimulai dengan rampungnya Naskah Akademik (NA). 

“Tujuan keberadaan NA ini untuk melihat kelebihan, kekurangan, dan realita yang dibutuhkan untuk dituangkan dalam Perda nantinya. 

NA ini adalah alat agar regulasi atau kebijakan yang dilahirkan tidak bersifat wacana dan tidak berdasarkan keinginan sekelompok orang. 

Secara filosofis dan sosiologis, NA harus mampu menjawab apa yang menjadi problem. Selanjutnya, siapa yang terlibat dalam naskah akademik itu juga harus disesuaikan dengan kebutuhan.

Selain itu, perlu dipastikan juga kompeten dan bidangnya sesuai,” papar Mirza, Minggu (21/9/2025).

Setelah NA rampung, sebut Mirza, disusunlah substansi pasal-pasal dalam Raperda. 

Dalam pembahasan substansi Raperda ini, Mirza menekankan pentingnya keterlibatan atau partisipasi publik. 

“Selama ini dalam pembuatan Perda ataupun kebijakan, kesannya elitis, tidak melibatkan masyarakat. 

Begitu juga dengan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang partisipasi publiknya kurang. 

RDPU harus dilakukan dengan benar dan mewakili semua stakeholder. Namun, yang sering menjadi pertanyaan, apakah RDPU sudah dilakukan dengan benar? Ini yang sering menjadi polemik,” tegas Mirza.

Sebagai wakil rakyat yang membuat kebijakan, Mirza meminta DPRD Kota Medan harus benar-benar dapat merepresentasikan rakyatnya. 

Jika tidak dapat melibatkan dan mengakomodir aspirasi berbagai unsur masyarakat dan stakeholder, akan timbul efek yang tidak baik ke depan. 

“User-nya dari Perda KTR ini nantinya kan adalah masyarakat. Kalau tidak berdasarkan dari aspirasi dan masukan masyarakat, maka yang menanggung risiko kan masyarakat juga. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved