Berita Medan

Maggot hingga Solar, Begini Cara Sampah Diolah Jadi Produk Bernilai di Medan

Alih-alih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), plastik, daun, ranting, dan sisa makanan diproses menjadi produk baru yang bermanfaat.

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
ISTIMEWA
PENGOLAHAN SAMPAH- Maggot di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Fasilitas ini mengolah sampah organik menjadi pakan maggot serta produk bernilai ekonomi lainnya dalam upaya mewujudkan gerakan zero waste. 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN- Sampah sering dianggap sebagai masalah yang kotor dan tak berguna. Namun, di sebuah fasilitas pengolahan sampah terpadu yang berdiri di dekat Pintu IV Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, limbah justru disulap menjadi sumber energi, pupuk, hingga pakan ternak bernilai tinggi.

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) ini diresmikan pada Mei 2025 dan menjadi pusat pengolahan modern yang mengusung konsep circular economy.

Alih-alih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), plastik, daun, ranting, dan sisa makanan diproses menjadi produk baru yang bermanfaat.

Sampah plastik dipanaskan dengan teknologi pirolisis hingga menghasilkan solar dan bensin.

Limbah organik seperti daun dan ranting diolah menjadi kompos dan Refuse-Derived Fuel (RDF). 

Sementara sisa makanan diproses dengan bantuan maggot (larva Black Soldier Fly), yang justru menjadi “aktor utama” dalam siklus ini.

Di salah satu ruang TPST, kotak besar berisi ribuan maggot tampak sibuk melahap sisa makanan.

Meski terkesan menjijikkan, larva ini justru menyimpan harapan besar.

“Maggot ini pengurai ulung sekaligus sumber protein. Setelah dewasa bisa dijual sebagai pakan ayam, bebek, hingga ikan. Produk turunannya bahkan sudah masuk pasar ekspor,” ujar Zaid Perdana Nasution, dosen Teknik Lingkungan USU yang terlibat dalam pengelolaan.

Nilai jualnya pun tak main-main. Maggot basah dihargai Rp5.000–10.000/kg, maggot kering bisa mencapai Rp75.000/kg, bahkan kualitas ekspor menembus Rp100.000/kg.

Tak heran jika maggot dijuluki sebagai “emas putih” dari limbah.

Fasilitas TPST USU kini dilengkapi conveyor belt, mesin pencacah plastik, mesin pengering maggot, hingga mesin pelet pakan.

Semua mendukung prinsip bahwa sampah bukan sekadar limbah, melainkan sumber daya yang bisa diputar kembali.

Dengan pola ini, sampah tidak hanya berkurang, tetapi juga memberi nilai tambah.

Dari plastik lahir energi, dari dedaunan tercipta pupuk organik, dan dari sisa makanan tumbuh peluang bisnis maggot.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved