Sumut Terkini
Air Keruh di Perairan Danau Toba, Peneliti USU Beberkan Hal Ini
Dengan demikian, Bupati Samosir mengundang peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU) meneliti penyebab air keruh tersebut.
Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, PANGURURAN- Fenomena alam air keruh di perairan Danau Toba di Samosir menyebabkan kerugian bagi masyarakat peternak ikan pada keramba jaring apung (KJA).
Lokasi yang terdampak air keruh ini adalah sepanjang pantai Waterfront City Pangururan hingga Desa Tanjung Bunga, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.
Dengan demikian, Bupati Samosir mengundang peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU) meneliti penyebab air keruh tersebut.
Lembaga Peneliti USU bersama tim melakukan pengambilan sampel air di kawasan Water Front Pangururan, dan termasuk nantinya di kawasan perairan Sibeabea.
Melihat kondisi saat ini, peneliti dari USU Ahli Limnologi Prof. Ternala Alexander Barus menjelaskan, penyebab kekeruhan air Danau Toba kemungkinan dikarenakan adanya perputaran air akibat angin kencang yang menyebabkan air di dasar beserta endapannya naik ke permukaan.
"Di dasar sudah terjadi pembusukan yang bisa menghasilkan amoniak, H2S, belerang yang toksin. Dan ketika naik, yang ke permukaan menyebar menyebabkan ikan mati karena Kandungan oksigen sudah sangat rendah dibawah 2 mg/ liter," ujar Ternala Alexander Barus, Minggu (27/7/2025).
"Sebaiknya, kadar oksigen itu berada diatas 4 mg/ liter. Tapi kami akan melakukan kajian untuk memastikan hal ini," sambungnya.
Ia juga menjelaskan, sampel air akan dibawa ke laboratorium USU untuk dianalisis.
"Sampel air yang sudah diambil dari beberapa titik ini sudah dibawa ke laboratorium USU untuk dianalisis selanjutnya," sambungnya.
Sebelumnya, Bupati Samosir mengambil langkah kerjasama dengan akademisi dari Universitas Sumatera Utara melakukan pengambilan sampel air untuk diteliti.
"Ini langkah yang ditempuh Pemkab Samosir bersama Akademisi dari USU, kerjasama untuk mengambil sampel air, selanjutnya untuk dilakukan kajian terhadap fenomena alam di Samosir ini," tutur Vandiko.
Untuk penanganan selanjutnya, ia berharap uji laboratorium yang dilakukan pihak USU dapat segera keluar sehingga Pemkab Samosir dapat melakukan langkah-langkah penanganan kedepan.
"Kami harap masyarakat dapat bersabar, kita tunggu hasilnya jika sudah keluar nantinya Pemkab Samosir akan berusaha maksimal dalam penanganan lebih lanjut," terangnya.
Sebelumnya, Kadis Lindup Samosir Edison Pasaribu mengtarakan, fenomena tersebut terjadi karena cuaca ekstrim yang terjadi sejak tanggal 10 Juli 2025.
Angin kencang yang mengakibatkan lumpur pada dasar danau terangkat mengakibatkan perairan menjadi keruh.
Angin kencang mengakibatkan ombak hingga satu meter ini membuat lumpur terangkat ke permukaan danau.
Dan hasil laboratorium, air keruh tersebut mengakibatkan kadar oksigen dalam air menurun. Sehingga, ikan yang berada di kawasan terserbut mati.
"Yang pertama, angin kencang mengakibatkan ombak danau tinggi. Dengan demikian, lumpur yang berada di dasar danau apalagi yang berada di pinggir pantai terangkat ke atas menyebabkan air keruh," ujar Kadis Lindup Edison Pasaribu, Selasa (22/7/2025).
"Soal pastinya berapa kerugian masyarakat sekitar, kita belum bisa pastikan. Namun infomasi dari masyarakat, kerugian mencapai Rp 10 miliar," terangnya.
Ia jelaskan, fenomena alam ini terjadi pada siklus lima tahunan. Pasalnya, hal sama sudah terjadi pada lima tahun lalu.
"Ini merupakan fenomena alam yang terjadi sekali dalam lima tahun. Hal sama juga terjadi pada lima tahun yang lalu. Ikan di sana mati karena air keruh," tuturnya.
Memang, pihaknya tidak bisa memastikan ketinggian ombak. Secara kasat mata, tinggi ombak danau saat angin kencang terjadi sekitar 1 meter. Hal itu dibuktikan dengan munculnya buih di permukaan danau.
"Secara kasat mata, ombak akibat angin kencang tersebut mencapai 1 meter. Karena angin kencang tersebut mengakibatkan buih putih terlihat di permukaan danau," lanjutnya.
Ia jelaskan, angin kencang di kawasan tersebut telah terjadi sejak tanggal 10 Juli 2025. Dan, yang paling parah terjadi pada tanggal 15 -17 Juli 2025.
"Angin kencang sudah mulai terjadi sejak 10 Juli lalu dan yang paling parah itu sekitar tanggal 15 Juli. Saat ini, sudah mulai berangsur menurun," terangnya.
"Kalau soal angin tak bisa antisipasi. Namun untuk sektor pertanian dan perikanan mungkin bisa mencari tempat lain yang dapat dijadikan sebagai lokasi perikanan," terangnya.
Ia menjelaskan juga soal lokasi terjadinya air keruh.
"Lokasinya berada di Desa Tanjung Bunga, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Dari WFC, air keruh itu sudah tampak jelas. Kita perkirakan garis pantai mencapai 2 kilometer. Artinya, dari pinggir Pulau Samosir dengan Pulau Sumatera," pungkasnya.
(cr3/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Disnaker Siantar Gelar Jobfair 2025 Usai Sempat Fakum Akibat Covid-19, Target Rutin Tiap Tahun |
|
|---|
| Jaksa Ajukan Kasasi Atas Vonis Rendah PT Medan Terhadap Pengusaha Mi Asal Siantar |
|
|---|
| 11 Hari Menjabat Kejari Karo, Danke Tegaskan Pengungkapan Kasus Korupsi Profil Desa Terus Berkembang |
|
|---|
| Antisipasi Banjir Jepang Musim Hujan, Dinas PUTR Karo Perlebar Drainase Sepanjang 730 Meter |
|
|---|
| Rapidin Simbolon Pimpin Lagi PDIP Sumut 2025-2030, Berikut Susunan Pengurus |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Pemkab-Samosir-bersama-tim-peneliti-dari-USU-mengambil.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.