Berita Medan

dr Paulus Ajukan Eksepsi di Pengadilan Medan, Sebut Gugatan Cacat Formil

Penasihat hukum Goncalwes Sirait dari GWS Law Office & rekan menyatakan mestinya perkara ini  menjadi ranah perdata, bukan pidana.

Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ANUGRAH
SIDANG dr PAULUS DI PENGADILAN MEDAN - dr Paulus didampingi kuasa hukumnya menghadiri sidang di Pengadilan Medan atas kasus pengerusakan, Kamis (17/7/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Tim penasihat hukum dr. Paulus Yusnari Lian Saw Zung, Sp.B mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan tindak pidana pengerusakan, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (17/7/2025). 

Dalam nota keberatannya, penasihat hukum Paulus menyebutkan adanya ketidaksesuaian antara dakwaan dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian.

Penasihat hukum Goncalwes Sirait dari GWS Law Office & rekan menyatakan mestinya perkara ini  menjadi ranah perdata, bukan pidana.

Goncalwes mengatakan, dakwaan yang ditujukan kepada dr. Paulus tidak selaras dengan BAP penyidik, di mana dalam surat ketetapan penetapan tersangka disebutkan bahwa sang dokter diduga melakukan tindak pidana penggelapan. 

Namun, dalam dakwaan JPU, dr. Paulus justru dijerat dengan Pasal 170 dan Pasal 406 KUHP tentang pengerusakan.

"Dalam surat ketetapan No: S.Tap/156/VI/2024/Ditreskrimum tentang penetapan tersangka, sudah sangat jelas ditemukan cacat formil. Dimana pada bagian menimbang, dikatakan bahwa menyakini bahwa seseorang patut diduga keras telah melakukan perbuatan tindak pidana penggelapan.

Selanjutnya dalam penetapan tersangka dinyatakan terdakwa melakukan tindak pidana pengrusakan terhadap barang. Ini menunjukkan ada ketidaksinkronan sejak awal, yang menjadi dasar kami menyatakan dakwaan cacat formil,” tegas Goncalwes.

Selain itu, penasihat hukum menegaskan bahwa tanah yang menjadi objek perkara merupakan milik sah istri terdakwa, dr. T. Nancy Saragih, berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 557. 

Status hukum atas tanah tersebut telah diperkuat lewat putusan perkara No. 129/G/2024/PTUN.Mdn, di mana PTUN Medan menyatakan batal keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumut No. 15/Pbt/BPN.12/IX/2024 tanggal 27 September 2024. Dan saat ini sedang menjalani upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi TUN Medan.

"Tanah tempat berdirinya pagar seng yang disebut dirusak justru sah milik keluarga terdakwa. Maka sangat aneh jika klien kami dikriminalisasi karena dianggap merusak properti di atas tanahnya sendiri," Ridho Pandiangan kuasa hukum Paulus lainnya. 

Kuasa hukum juga menyoroti poin penting dalam eksepsi tersebut yakni bahwa PN Medan tidak berwenang mengadili perkara ini karena ada konflik keperdataan yang belum diputus secara final. 

Mereka merujuk pada Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 1956, yang menyatakan bahwa apabila dalam perkara pidana timbul sengketa perdata, maka pemeriksaan pidana dapat ditangguhkan sampai perkara perdata memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Perkara ini berakar dari status kepemilikan tanah yang sedang disengketakan. Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 1956, semestinya perkara ini menunggu putusan perdata berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, maka ada risiko kriminalisasi dalam proses hukum," lanjut Ridho.

Lebih lanjut, kuasa hukum juga mengkritisi isi dakwaan yang mereka nilai kabur, tidak cermat, dan tidak lengkap.

Dalam dakwaan, terdakwa hanya disebut mengucapkan kalimat “bongkar-bongkar” tanpa bukti bahwa ia melakukan atau turut serta dalam pengerusakan. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved