Opini
AKP Rismanto Purba: Menyentuh Akar Masalah Tuntutan Profesionalisme Polri
Bintara Polri merupakan tulang punggung pelayanan kepolisian kepada masyarakat. Mereka adalah garda terdepan yang langsung berinteraksi dengan masyara
OPINI
Oleh: AKP Rismanto Jayanegara Purba
MENURUT Aristoteles yang merupakan filsuf Yunani klasik, tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kebijaksanaan praktis (phronesis) pada setiap individu, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang baik dan bermakna dalam konteks dunia.
Pendapat ini bersesuaian dengan Filsuf modern yang membahas tujuan pendidikan, seperti John Dewey, menekankan pentingnya pendidikan untuk mengembangkan individu menjadi warga negara yang aktif dan mampu berpartisipasi dalam masyarakat secara demokratis.
Hinca Bicara Soal Kualitas Anggota Polri
Memperhatikan hal sebagaimana diuraikan menjadi menarik membahas usulan dari anggota Komisi III DPR-RI dalam hal ini Hinca I.P Panjaitan XIII dalam Rapat Dengar Pendapat Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri dengan Komisi III DPR-RI bertempat diruang rapat Komisi III Gedung Nusantara II MPR/DPR RI, Senin 26 Mei 2025, yang dapat dilihat pada laman youtube MerdekaDotCom berjudul Panas Komisi III! Hinca Demokrat Telak Sindir Polisi : Tak Serius Urus Manusianya! Pada menit ke 11.41 sampai dengan menit ke 16.18, Hinca menyatakan kita butuh polisi yang tidak sekedar kuat ototnya tapi juga tajam pikirannya, mayoritas polisi direkrut dari jalur bintara dan tamtama dengan pendidikan yang lebih singkat daripada semester pertama mahasiswa.
Di tempah hanya sekian bulan kalau enggak sebut hari lalu dilempar ke jalan dengan pangkat dan kewenangan yang melampaui kapasitas intelektualnya, polisi yang buta hukum itu seperti dokter yang tidak paham anatomi kasusnya. Kalau ingin polisi yang profesional solusinya sederhana tingkatkan standar masuknya, pertama minimal S1 untuk jadi polisi itu lebih pas karena dia penjaga peradaban kenapa karena hukum itu ilmu bukan naluri.
Rekrutmen Polri
Rekrutmen personel Polri masuk dari berbagai golongan kepangkatan yakni tamtama, bintara dan perwira. Latar belakang pendidikan masuk tamtama Polri di bawah era tahun delapan puluhan bersumber dari pendidikan setingkat SMP yang dididik di SPN (Sekolah Polisi Negara), di era tahun sembilan puluhan latar belakang pendidikan untuk masuk tamtama polri sudah berubah menjadi setingkat SLTA.
Pendidikan bintara Polri yang langsung bersumber dari masyarakat umum dimulai pada tahun 1979 dan lulusan pertama adalah pada tahun 1980 mewajibkan persyaratan pendidikan setingkat SLTA dengan tempat pendidikan di tempat yang sama dengan pendidikan tamtama yakni SPN dengan lama pendidikan selama 7 (tujuh) bulan.
Rekrutmen bintara Polri tersebut dimungkinkan dipersiapkan untuk mengisi jabatan sebagai penyidik pembantu dihubungkan dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981tentang KUHAP yang didalamnya terdapat rumusan yang memiliki kewenangan penyidikan adalah penyidik (perwira) dan penyidik pembantu (bintara).
Untuk perwira Polri yang bersumber dari masyarakat umum yang dimulai pada tahun 1965 dengan sebutan AKABRI bagian Kepolisian, kemudian diubah dengan sebutan Akademi Kepolisian didasarkan pada Skep Kapolri No. POL Skep/36/I/1985 tanggal 24 Januari 1985, latar belakang pendidikan sumber daya manusianya sampai dengan saat ini adalah setingkat SLTA lama pendidikan selama 4 (empat) tahun.
Tulang Punggung
Bintara Polri merupakan tulang punggung pelayanan kepolisian kepada masyarakat. Mereka adalah garda terdepan yang langsung berinteraksi dengan masyarakat dalam berbagai situasi, mulai dari pelayanan publik hingga penegakan hukum. Merekalah yang terlihat tampil di persimpangan-persimpangan jalan mengatur lalulintas, mereka juga yang berinteraksi langsung dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan pada sentra-sentra pelayanan kepolisian di seantero negeri. Mereka juga yang mengawali proses penegakan hukum dengan segala kisah dan ceritanya, tidak jarang diwarnai cerita miris yang kemudian viral dan menimbulkan persepsi bahwa polisi tidak cukup mumpuni dalam menjalankan profesi penegakan hukum kepada warga negeri yang seharusnya perlu segera direspon dengan penuh empati bukan sebaliknya dengan narasi atau tindakan yang menimbulkan distrust dan antipati.
Salah satu perubahan mendasar yang harus dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Polri adalah merubah paradigma, dari seorang prajurit (warriors) yang kerap menggunakan pendekatan garis komando dan eksekusi menjadi penjaga (guardians) yang mengedepankan komunikasi dan interaksi sesama anggota dan masyarakat. Pendidikan di Polri menjadi salah satu pintu masuk paling strategis untuk mengubah paradigma. Penambahan isu-isu seperti governance, antikorupsi, hak asasi manusia, gender serta pelayanan publik harus mendapatkan porsi yang besar dan di mainstream ke seluruh level jenjang pendidikan dan pelatihan, terutama pendidikan bintara dan tamtama, mengingat mereka menjadi ujung tombak pelayanan Polri dan langsung bersentuhan dengan masyarakat (Kompas.com 16/07/2019).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Kanit-3-Subdit-III-Ditreskrimsus-Polda-Sumut.jpg)