Opini

Ketika Mesin Pembodohan Itu Ada di Jempol Kanan

Perkembangan interaksi sosial dunia maya semakin hari semakin mudah, murah tetapi penuh kedangkalan yang pada gilirannya...

Editor: AbdiTumanggor
Ilustrasi/Deherba

DALAM tulisan singkat ini saya mencoba memposisikan diri pada cermin yang sangat antipatif terhadap teknologi komunikasi dalam hal ini media sosial berbasiskan Smartphone.

Perkembangan interaksi sosial dunia maya semakin hari semakin mudah, murah tetapi penuh kedangkalan yang pada gilirannya dapat merapuhkan sendi-sendi identitas diri dan kelompok.

Sifat interaksi yang linier dan multi arah membuat media sosial menjadi raung tanpa batas, tanpa sekat budaya, sekat agama, perbedaan gender, suku, ras bahkan bangsa. Sehingga memugkinkan anak SMA (bukan merendahkan, hanya sebagai contoh fakta) menidakkan sebuah uraian panjang seorang, katakalah doktor sosiologi, hanya dengan ujaran ‘dasar doktor goblok’. Lalu ungkapan itu ber-viral-ria.

Kita memasuki realitas semu tetapi mempengaruhi kehidupan real kita. Percakapan dalam bentuk chating yang tidak sepenuhnya mewakili keadaan dan keberadaan diri sesorang bisa ditanggapi dengan cara yang sangat berbeda oleh berbagai orang.

Ini adalah resiko dari sistem interaksi multiarah.  Dan pada gilirannya mempengaruhi hidup itu sendiri.

Masih ingat tentunya, cerita seorang gadis cantik yang memiliki banyak teman di facebook, banyak sekali, tetapi tidak pernah keluar kamar. Inikah realitas itu?

Pertanyaan sekaligus pernyataan ini adalah pertanyaan afirmativ saja. Tetapi bila ditanya dengan cara berbeda, maka akan menjadi pertanyan reflektif, ...mau dibawa ke mana media sosial, mau dibawa ke mana smartphone?

Advent Tarigan Tambun
Advent Tarigan Tambun (HO/Advent Tarigan Tambun)

Baca Juga:

Nahas, Video Perangai Buruk Artis Cantik dan Aksi Aduhai Tersebar di Medsos, Dicecar Cercaan

 Anda Punya Smartphone Xiaomi? Canggih nih, Kamu Bisa Menyembunyikan File Milikmu

 Hobi Fotografi, Ini Tips Memotret untuk Instagram dengan Smartphone

Smart tidak sama dengan wise. Pintar belum tentu bijak. Pertanyaan ini tidak mudah di jawab, bahkan cenderung membutuhkan tim khsusus untuk menguraikannya lalu memberikan daya alternatif baru. Tetapi itu pun belum tentu berhasil, no body can control it.

Sifat pesimis ini muncul dari tsunami informasi dan diskusi di dalam jagad dunia maya.

Sesuatu yang awalnya dapat dikontrol dengan jari jempol telah kehilangan kontrolnya. Sebuah informasi yang kita lepaskan ke jagat media sosial, maka ia akan menjadi milik warga media dan tidak ada yang bisa mengontrol akibat postif dan negatif yang mungkin ditimbulkannya.

Yang menjadi kekawatiran saya yang sesungguhnya adalah bahwa degradasi cara berinteraksi kita sepertinya merupakan bagian dari sebuah design, sebuah rancangan yang disengaja.  

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved