Breaking News

PDI Perjuangan Sumut

Rapidin, Anggota DPR RI Soroti Pengalihan Fungsi Lahan Hutan Tele ke PT JCO: Kembalikan ke Rakyat

Langkah Pemkab Samosir yang menyambut kedatangan Direktur PT JCO, Johnny Andrean, dan perwakilan Dewan Ekonomi Nasional, Van Basten Panjaitan.

|
Editor: Arjuna Bakkara
IST
Kondisi perbukitan Samosir, tepatnya di Hutan Tele, Rabu (24/7/2019) silam. Banyak gelondongan kayu berserakan. Lokasi tersebut merupakan tempat Tim Gakkum KemenLHK mendapatkan temuan penebangan hutan secara massif di Desa Hariara Pittu, Kecamatan Harian, Samosir pada Jumat (10/5/2019) lalu. 

“Jangan tertipu oleh istilah pertanian terpadu. Yang kita lihat di lapangan adalah pembabatan pohon dan perusakan ekosistem,” ujarnya.

Pantauan udara pada Mei 2025 menunjukkan kerusakan Hutan, termasuk dugaan penebangan liar dan pembakaran hutan di wilayah Kelompok Tani Hutan (KTH) Dosroha yang terletak di Desa Simbolon Purba, di Kecamatan Palipi.

Menurut Rapidin, aktivitas ini mengancam status UNESCO Global Geopark Danau Toba, yang hingga kini masih dijaga dengan susah payah.

Terkait APL Hutan Tele, Rapidin juga mengkritik lokasi tersebut yang berada pada ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut.

Ketinggian ini, katanya, memang ideal untuk kopi, tetapi juga merupakan titik krusial penyangga air bagi Danau Toba.

Pengalihfungsian lahan di dataran tinggi memperbesar potensi bencana ekologis seperti longsor, banjir bandang, dan kekeringan saat musim kemarau.

“Investor datang, uang masuk, tetapi rakyat kehilangan tanah, budaya, dan bahkan air,” ujarnya.

Ia menilai penggunaan narasi pembangunan untuk mengesahkan penguasaan tanah rakyat oleh korporasi adalah bentuk kapitalisme terselubung, yang bisa memicu konflik horizontal di kemudian hari.

Diketahui Pemerintah Derah Samosir bersikukuh bahwa proses investasi ini bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat.

Bahkan percepatan administrasi dan pembangunan infrastruktur jalan menuju lokasi investasi.

“Namun pertanyaannya, siapa yang akan benar-benar sejahtera dari proyek ini? Investor atau masyarakat adat yang telah ditinggalkan?” ujar Rapidin.

Ia menambahkan, dengan sejarah panjang dan luka yang belum sembuh, masyarakat adat dan pegiat lingkungan tentu menolak eksploitasi kawasan Tele.

Mereka menyerukan penghentian segala bentuk konversi lahan tanpa persetujuan rakyat, serta mendesak audit menyeluruh atas kebijakan Bupati Samosir, yakni Vandico Timoteus Gultom.

“Jika kita biarkan, maka bukan hanya hutan yang hilang. Kita kehilangan jati diri, sejarah, dan masa depan,” tambahnya.

“Dan saat hujan besar pertama tiba, mungkin kita akan bertanya apakah sehelai kopi sebanding dengan banjir bandang di kampung halaman?”,kritiknya.
 
Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl Ec., M.Si, penggiat lingkungan dan Ketua Pergerakan Penyelamatan Kawasan Danau Toba, turut menyayangkan penyerahan kawasan APL Tele kepada investor.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved