Berita Viral

Warga Raja Ampat Hanya Dapat 10 juta Pertahun dari Tambang Nikel,Tambang Ilegal Dibekingi Oknum TNI?

Polemik mengenai aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali menjadi perhatian publik.

|
Editor: Salomo Tarigan
Dok Greenpeace
TAMBANG NIKEL: Aktivitas tambang Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, 

“Coba lihat siapa yang bekerja. Masa orang-orang Sorong tidak bisa jadi kontraktor di situ? Semua bawa dari Jakarta. Jadi uangnya balik lagi ke Jakarta. Terus manfaatnya apa di situ?” tanya dia.

Sebelumnya Ronisel Mambrasar, anak muda Papua yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat mengatakan bahwa Raja Ampat sedang dalam bahaya karena eksploitasi nikel.

“Raja Ampat sedang dalam bahaya karena kehadiran tambang nikel di beberapa pulau, termasuk di kampung saya di Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Tambang nikel mengancam kehidupan kami. Bukan cuma akan merusak laut yang selama ini menghidupi kami, tambang nikel juga mengubah kehidupan masyarakat yang sebelumnya harmonis menjadi berkonflik,” kata dia seperti dimuat dalam situs greenpeace Indonesia.

Kerusakan Lingkungan

Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari mengingatkan pemerintah dan perusahaan tambang dapat bekerja sama untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan tambang.

Dia menilai, jangan hanya menggunakan dalih Hilirisasi untuk mengabaikan nilai-nilai keberlanjutan lingkungan.

Hal itu disampaikan Ratna merespons atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat.


“Kerusakan alam yang terjadi dapat mengurangi potensi ekonomi jangka panjang, seperti sektor pariwisata perikanan, bahkan berkontribusi besar untuk kerusakan ekosistem yang mengancam keberlangsungan seluruh makhluk hidup di dalamnya," kata Ratna kepada wartawan, Minggu (8/6/2025).

Legislator asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menyoroti pentingnya melibatkan akademisi dalam evaluasi dampak lingkungan dari investasi industri ekstraktif.

“Pemerintah perlu melibatkan pakar dan akademisi untuk menghitung secara cermat dampak ekologis yang ditimbulkan, ada banyak pakar green economy di Indonesia. Tentu akan sangat rugi pemerintah kalo membuat perencanaan tanpa melibatkan para ekspertis ini,”terangnya.

Di sisi lain, Ratna juga mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan akibat pertambangan dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar. 

Maka dari itu, Ratna berencana mengunjungi lokasi tambang dan bertemu dengan pihak perusahaan penambang untuk memastikan operasional mereka tidak merusak lingkungan dan berdampak negatif pada masyarakat sekitar.

“Saya akan turun langsung ke lapangan untuk memastikan bahwa perusahaan tambang mematuhi regulasi lingkungan dan tidak merugikan masyarakat, kalau hal tersebut terbukti dilanggar tentu kami akan meminta pihak berwenang segera menutup operasi kegiatan pertambangan tersebut,” tegasnya.

Respons Mabes TNI Dituding Dibackingi Oknum TNI-Polri

 Banyaknya tambang ilegal di Papua jadi perbincangan hangat.

Tak kalah jadi sorotan terkait dugaan tambang-tambang ilegal tersebut dibackingi oknum pejabat dari pemerintah hingga TNI-Polri.

Bahkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas membeberkan hal tersebut.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Baca Juga
    Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved