Medan Terkini
21 Guru Besar FK USU Suarakan Keprihatinan atas Arah Kebijakan Kesehatan Nasional, Berikut 3 Poinnya
Sebanyak 21 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap arah kebijakan.
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Sebanyak 21 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap arah kebijakan dan tata kelola kesehatan nasional dalam forum akademik “USU BerSUARA: Luruskan NURANI Bangsa”, yang digelar di Pendopo FK USU, Selasa (20/5/2025).
Forum ini menjadi wadah refleksi sekaligus pernyataan moral sivitas akademika FK USU atas berbagai tantangan yang dinilai mengancam mutu pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan di Indonesia.
Dekan FK USU, Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), menegaskan bahwa sikap para Guru Besar merupakan bentuk tanggung jawab moral terhadap kualitas dokter yang akan melayani masyarakat.
“Jika kualitas dokter menurun, masyarakatlah yang paling terdampak. Kami tidak ingin mencetak lulusan yang tidak kompeten. Ini bukan hanya soal akademik, tapi juga amanah kemanusiaan,” tegas Prof. Aldy.
Pernyataan resmi para Guru Besar dibacakan oleh Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K), selaku juru bicara Dewan Guru Besar FK USU. Dalam pernyataannya, Prof. Guslihan mengkritisi sejumlah kebijakan Kementerian Kesehatan yang dinilai mengganggu stabilitas pendidikan kedokteran.
“Selama lebih dari 50 tahun, kami mendidik dokter dengan standar tinggi. Kini, pengajar kami dipindahkan secara sepihak tanpa dialog. Ini bukan hanya merusak ekosistem pendidikan, tapi juga membahayakan keselamatan pasien,” ujarnya.
Berikut Poin-Poin Krusial dalam Pernyataan Guru Besar FK USU:
1. Penolakan terhadap intervensi birokrasi yang melemahkan independensi pendidikan kedokteran.
2. Pemutusan hubungan tenaga pendidik dengan rumah sakit pendidikan, yang dinilai merusak kolaborasi yang telah berjalan harmonis.
3. Pengambilalihan fungsi kolegium dokter spesialis oleh pihak non-akademik, yang dianggap tidak transparan dan mengabaikan pertimbangan ilmiah.
“Ada ketimpangan peran yang makin tajam antara Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan tinggi. Prosesnya tidak transparan, dan keputusan diambil tanpa melibatkan pihak yang seharusnya,” tegas Prof. Guslihan.
Para Guru Besar juga menyoroti narasi ‘krisis dokter spesialis’ yang kerap digunakan pemerintah untuk mempercepat produksi tenaga medis tanpa mempertimbangkan aspek kompetensi dan etika.
“Pendidikan kedokteran tidak bisa dipadatkan menjadi kebijakan jangka pendek. Ini menyangkut keselamatan manusia, bukan sekadar angka,” tambah Prof. Aldy.
FK USU menyerukan pentingnya dialog berbasis data ilmiah antara pemangku kebijakan dan komunitas akademik. Mereka berharap Presiden RI dapat membuka ruang komunikasi yang sehat dan transparan demi penguatan sistem kesehatan nasional.
“Sebagai institusi pendidikan, FK USU menegaskan komitmennya untuk tetap menjadi “mercusuar nurani bangsa”, menjaga kualitas pendidikan kedokteran demi keselamatan dan masa depan kesehatan masyarakat Indonesia,” katanya.
(cr26/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| 3 Terdakwa Korupsi Dana BOS SMA 16 Medan Mulai Diadil |
|
|---|
| Polisi Akhirnya Ungkap Identitas Mayat Pria Membusuk di Helvetia, Keluarga Tanda Tato Donald Bebek |
|
|---|
| Identitas Mayat Pria Membusuk di Lahan Kosong Medan Helvetia Terungkap, Keluarga Kenal Tato di Kaki |
|
|---|
| RUPS-LB Bank Sumut Kukuhkan Jajaran Direksi Baru, Berikut Daftar Namanya |
|
|---|
| Berita Foto: Warga Antrean Menunggu Penyaluran Dana Bansos di Lapangan Sejati Medan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Guru-besar-USU-menyuarakan-keprihatinan-mendalam-terhadap-arah-kebijakan.jpg)