Sumut Terkini

Ephorus HKBP Serukan Tutup TPL, AMAN Tano Batak: Bentuk Perlawanan atas Ketidakadilan

Seruan tutup TPL disampaikan oleh Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan pada media sosialnya hari ini, Rabu (7/5/2025).

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Randy P.F Hutagaol
DOK/AMAN TANO BATAK
PELUNCURAN BUKU: Peluncuran buku yang menarasikan perjuangan masyarakat adat di Tanah Batak. Buku ini berisi refleksi perjalanan masyarakat adat di kawasan Danau Toba. 

TRIBUN-MEDAN.com, BALIGE - Seruan tutup TPL disampaikan oleh Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan pada media sosialnya hari ini, Rabu (7/5/2025).

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak menyampaikan, seruan tersebut adalah bagian dari perlawanan atas ketidakadilan yang dilakukan oleh PT TPL dalam kurun waktu 30 tahun.

Ketua AMAN Tano Batak Johntony Tarihoran mengutarakan, pernyataan ephorus tersebut merupakan suara dari banyak pihak yang sejak lama. 

"Suara dari berbagai pihak sekitar 30 tahunan belakangan ini tidak diam, terus menyerukan perlawanan atas ketidakadilan dan perampasan hak karena aktivitas PT. Toba Pulp Lestari yang sebelumnya bernama PT. Inti Indorayon Utama," ujar Johntony  Tarihoran, Rabu (7/5/2025).

"Masyarakat Adat di Tano Batak  yang sebagian juga merupakan warga gereja selama ini terus bersuara agar PT. TPL ini segera ditutup," lanjutnya.

Menurutnya, perusahaan yang tidak memperdulikan keselamatan manusia dan alam di Tano Batak semestinya sudah harus dihentikan dan dicabut izin operasionalnya. 

Wilayah-wilayah adat dan yang selama ini diklaim bagian dari konsesi atau lahan perusahaan harus segera dikembalikan kepada Masyarakat Adat, sebagai pewaris titipan leluhurnya. 

"Ephorus HKBP telah mengikuti perkembangan dan situasi yang terjadi selama ini tentang dampak buruk beroperasinya PT. TPL di Sumatera Utara," lanjutnya.

"Suara ephorus ini akan meninggikan dan memperkuat suara-suara yang selama ini seringkali diabaikan dan dihina ataupun direndahkan," sambungnya. 

"Sekaligus mempertegas segala upaya yang telah dilakukan menolak aktivitas PT. TPL adalah upaya yang harus dilakukan bersama termasuk dengan pimpinan keagaaman seperti gereja," terangnya.

Selanjutnya, ia menuturkan soal luas lahan masyarakat adat yang diklaim PT TPL sekaligus sebagi sumber konflik. 

"Dari data yang AMAN Tano Batak peroleh, ada 25.366 Hektar Wilayah Masyarakat Adat yang di klaim sepihak menjadi areal izin PT. TPL, tanpa pernah ada informasi yang jelas dan terbuka kepada Masyarakat Adat selaku pemilik wilayah yang sudah turun temurun berada di kampung atau Huta," sambungnya. 

Ia jelaskan, dari luasan tersebut berdampak pada kerusakan lingkungan yang masif seperti; sumber air, hutan kemenyan, areal sakral, makam dan tanaman-tanaman keras seperti kopi, jengkol, durian yang rusak dan digusur untuk aktivitas penanaman PT. TPL. 

"Masyarakat Adat yang berjuang mendapatkan pengakuan atas haknya sering kali mendapat kekerasan dan kriminalisasi," terangnya.

"Dari data yang kami himpun, ada 260 orang  yang mendapat kekerasan dan kriminalisasi kurun waktu tahun 1998-2025 karena berjuang mempertahankan haknya dari perusahaan PT. TPL," pungkasnya.

(cr3/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved