Berita Medan

Dugaan Korupsi Subsidi BTS Bus Listrik Rp 91,9 M di Dinas Perhubungan, Penetapan Tarif Dipertanyakan

Suriono juga membenarkan adanya anggaran Rp 91 miliar untuk biaya layanan ke operator bus listrik.

Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ABDAN SYAKURO
Bus listrik berangkat perdana dari Komplek Johor City di Jalan Karya Wisata, Kota Medan, Kamis (4/1). Wali Kota Medan Bobby Nasution meresmikan empat mobil listrik, sumbangan dari perusahaan swasta PT Kalista Soter Hastia. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Dugaan korupsi program By The Service (BTS) layanan bus listrik di Dinas Perhubungan Kota Medan mencuat, Minggu (4/5/2025). 

Semula diketahui ada subsidi mencapai Rp 91,9 miliar untuk layanan transportasi bus listrik gratis di masyarakat, namun belakangan muncul ketentuan tarif lewat Keputusan Walikota Medan No 550/16.K tanggal 30 Desember 2024. 

Plt Kadis Perhubungan Kota Medan, Suriono dikonfirmasi menyampaikan yang dibayar pemerintah dengan tarif yang dibayarkan warga berbeda.

Kalau operator hanya memberi layanan, tidak memikirkan berapa penumpang. 

"Yang penting melayani SOP setiap layanan per/Km dibayar. Kalau dia melanggar SOP dikenakan denda. Terhadap layanan yang dikenakan tarif Rp 5000 dan pelajar Rp 3.000 itu langsung jadi pendapatan daerah," katanya.

Suriono juga membenarkan adanya anggaran Rp 91 miliar untuk biaya layanan ke operator bus listrik.

Biaya dibayarkan setiap bulan ke operator 

"Yang Rp 91 Miliar itu kan biaya layanan dibayar per bulan ke operator. Sesuai dengan pelayanan yang terdaftar. Itu kan ada tim pengawas dan tim verifikasi mana yang sesuai baru dibayar," ungkapnya 

"Misal punya angkot melayani rute Amplas-Pinang Baris, tugas abang cuma melayani Amplas-P. Baris berhenti dimana, pelayanan yang diberikan itu dibayar per km akan kami bayar Rp 10.000 per Km gitu. Kalau 100 Km ya dikalikan lah itu berapa kira-kira hasilnya," tambahnya mengumpamakan. 

Terkait dugaan tumpang tindih antara subsidi layanan bus gratis dan adanya ketentuan tarif per Januari 2025, dikatakan Suriono yang dibayar oleh warga menjadi pendapatan daerah. 

"Terhadap berapa layanan berapa penumpang naik turun yang bayar tarif gunakan e-money, itu jadi pendapatan pemerintah. Jadi satu sisi pemerintah mengeluarkan pembayaran layanan, satu sisi ada penerimaan tarif," katanya. 

"LIRA itu belum jelaskan tarifnya lari kemana. Masyarakat itu kan jasa elektronik itu langsung ke kas PAD. Kami aja gak megang duitnya itu. Rp 91 miliar itu biaya selama setahun. Dibayar sebulan dengan layanan sesuai SOP," ujarnya. 

Sebelumnya, dugaan indikasi korupsi ini disampaikan oleh Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) Sumatera Utara.

“BTS adalah program yang didedikasikan untuk kenyamanan dan keamanan menggunakan angkutan umum di perkotaan yang disubsidi 100 persen operasionalnya oleh pemerintah, sehingga masyarakat dapat menikmati pelayanan angkutan bus dengan gratis," kata Sekretaris Wilayah DPW LSM LIRA Sumut, Andi Nasution. 

Lanjut Andi Nasution membeberkan, bahwa Pemko Medan melalui Dinas Perhubungan telah menggelontorkan dana subsidi berupa BTS sebesar Rp 91,9 M. Dana sebesar itu diberikan kepada operator bus listrik di Kota Medan, yakni PT Big Bird Pusaka. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved