Berita Viral

MENKES Ungkap Penyebab Dokter Spesialis Kurang di Indonesia: Karena Hanya Anak Orang Kaya yang Mampu

MENKES Ungkap Penyebab Dokter Spesialis Kurang di Indonesia: Karena Hanya Anak Orang Kaya yang Mampu Biayanya

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS com/IRFAN KAMIL
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat ditemui di Istana Wakil Presiden RI, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2024). 

"Kemudian harus bayar uang pangkal yang ratusan juta, kemudian harus bayar iuran uang kuliah yang puluhan juta per semester, kemudian tidak boleh bekerja selama dia menjadi murid. Begitu lulus, dia dapat ijazah dan melamar lagi untuk bekerja," imbuh dia. 

Selain itu, Budi menjelaskan bahwa di LN, orang-orang yang ingin menjadi dokter spesialis bisa langsung bekerja di RS. Sedangkan di Indonesia, kata dia, calon dokter spesialis harus berhenti dari pekerjaannya terlebih dahulu sebelum kuliah.

"Setelah kita banding-bandingkan semua negara, kalau kita mau jadi dokter spesialis, itu bekerja tetap di rumah sakit dan ditingkatkan kompetensinya. Kalau di negara kita, orang yang mau menjadi dokter spesialis harus berhenti bekerja," papar Budi.

Oleh karena itu, Budi menilai pendidikan dokter spesialis di Indonesia unik dan hanya satu-satunya di dunia.

"Kalau di dunia lain, orang bekerja. Kalau dia mau jadi spesialis, dia cari rumah sakit yang bisa memiliki kasus dan keahlian spesialis yang dia inginkan, dia bekerja di sana, dia mendapatkan gaji sebagai kerja, kemudian setelah lulus, dia bisa bekerja sebagai spesialis," ujar dia.

Untuk diketahui, pemerintah kini sudah membuka pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit pendidikan, tidak lagi harus melalui perguruan tinggi.

Pada Mei 2024, Presiden Joko Widodo mengungkapkan ada 24 fakultas kedokteran yang dapat menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis dan 420 rumah sakit dari 3.000 rumah sakit di Indonesia berpotensi menjadi Rumah Sakit Pendidikan.

Itulah Penyebab Kurangnya Dokter Spesialis di Indonesia

Hal itulah kata Budi Gunadi Sadikin, Indonesia kekuarangan jumlah dokter spesialis karena proses penciptaan dokter spesialis yang "unik", yakni melalui pendidikan akademik berbiaya mahal. 

Budi membandingkan dengan penciptaan dokter spesialis di luar negeri yang dilakukan melalui pendidikan profesi berbasis rumah sakit (hospital-based).

"Kenapa pengisiannya lambat, karena memang metode menciptakan dokter spesialis ini kita unik sendiri. Kalau di luar negeri di semua negara, pendidikan spesialis itu adalah pendidikan profesi," kata Budi.

Budi menjabarkan bahwa pendidikan akademik yang diterapkan di dalam negeri sangat jauh berbeda dengan pendidikan profesi di luar negeri. 

Melalui pendidikan profesi berbasis rumah sakit, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) tidak perlu membayar uang pangkal.

Bahkan, calon dokter spesialis itu mendapatkan gaji atau penghasilan bulanan dari rumah sakit yang mempekerjakan.

"Di semua negara, kalau kita mau jadi dokter spesialis, itu bekerja tetap di rumah sakit dan ditingkatkan kompetensinya. Kalau di negara kita, orang mau menjadi dokter spesialis itu harus berhenti bekerja," ucap Budi.

"Kemudian harus bayar uang pangkal yang ratusan juta, harus bayar iuran uang kuliah yang puluhan juta per semester, kemudian tidak boleh bekerja selama dia menjadi murid. Begitu lulus, dapat ijazah, dia melamar lagi untuk bekerja," beber Budi. 

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved