Sumut Terkini
Gejolak Instruksi Megawati Soal Retret, Pengamat Hukum Tata Negara dan Pemerintah Buka Suara
Sejurus kemudian, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri memberi instruksi kepala daerah dari PDIP wajib menunda kegiatan retret undangan Presiden
Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Gejolak dinamika politik terjadi setelah Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto ditahan KPK.
Sejurus kemudian, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri memberi instruksi kepala daerah dari PDIP wajib menunda kegiatan retret undangan Presiden Prabowo Subianto.
Terkait kebijakan dan aturan hukum, Pengamat Hukum Tata Negara UMSU, Dr Andryan memberi tanggapan, bahwa kegiatan retret bukan sesuatu yang diharuskan.
Tidak ada hukum aturan yang mengikat berujung sanksi, melainkan hanya sebuah pembekalan saja yang dibuat oleh Kemendagri.
"Namanya kepala daerah kalau sudah dilantik secara struktural sudah masuk dalam tanah eksekutif, artinya kalau kita mengedepankan sebagai sosok negarawan seharusnya mengikuti aturan dan instruksi Presiden.
Jangan pula sudah jadi kepala daerah, masih mengedepankan warna partai politik tertentu," kata Andryan yang juga menjabat Kepala Bagian Hukum Tata Negara UMSU, Jumat (21/2/2025).
Lanjut Adryan, jika merujuk kepada surat yang dikeluarkan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dinilai bukan suatu produk hukum suatu peraturan perundang-undangan.
Melainkan hanya bersifat internal di luar aturan kenegaraan.
"Walaupun dia diinstruksikan, bukan merupakan sesuatu hukum yang mengikat, ini lebih bersifat internal, yang ditunjukan pada kepalan daerah, yang juga merupakan kader PDIP untuk menunda retret sebagai efek dari ditahannya sekjen PDIP Hasto," ucapnya.
Ia melanjutkan, partai politik kembali kepada perannya, sebagai kendaraan politik bagi para kepala daerah sewaktu mencalonkan sewaktu pelaksanan Pilkada. Ketika kader parpol sudah menjadi seorang penjabat negara, sebenarnya perintah negara harus lebih dikedepankan.
"Karena presiden membuat retret agar ada keselarasan antara pemerintah pusat kepada pemerintah daerah," ucapnya.
Terkait dengan surat edaran instruksi yang menunjukan masa periode ketua yakni 2019-2024, Adryan mengatakan bagi Ketua PDIP sendiri belum dilakukan Kongres pergantian Ketua, ataupun perpanjangan.
"Itu bisa kembali kepada AD/ART partai bagaimana mekanismenya apakah instruksi ini bisa dilakukan oleh Ketua sebelumnya, jika AD/ART partai sudah memberlakukan seperti itu ya sah-sah saja, ya jika ketentuan partai sudah melewati masa periode, ya tidak ada kewenangan tentang instruksi tersebut, secara hukum Tata negara, lebih bersifat kewenangannya saja,"ucapnya.
Pengamat Pemerintahan dan Politik, Rafriandi menilai surat instruksi Megawati tidak cacat hukum, meskipun priodenya 2019-2024. Karena PDIP akan berkongres di tahun 2025 ini.
"Jadi tetap berlaku SK yang lama sampai dilaksanakan konggres dan periodesasi baru berubah 2025-2030.
| Bertemu Tetua Adat Selama 2 Jam, Bobby Sepakat TPL Ditutup: Surat Rekomendasi Paling Lama Seminggu |
|
|---|
| Tahun 2026, Dinas PRKP Siantar Pakai Eks-Rumah Singgah Covid-19 Sebagai Kantor Baru |
|
|---|
| Akademisi Asia Tenggara Bedah Geopolitik Presiden Prabowo dalam Seminar Internasional di UINSU |
|
|---|
| Polres Tanah Karo Terbitkan Informasi DPO Pelaku yang Terlibat Dalam Pembunuhan Warga Nias |
|
|---|
| Warga Miskin di Deli Serdang Bingung Setelah Disuruh Mundur jadi PKH |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/RETRET-Pengamat-Hukum-Tata-Negara-UMSU.jpg)