Medan Terkini

Tanggapan PDIP Sumut soal Keputusan MK Menghapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

|
TRIBUN MEDAN/ANUGRAH
Ketua DPD PDIP Sumut yang juga anggota DPR RI, Rapidin Simbolon saat menghadiri Rapat Cabang Khusus PDIP Medan jelang Pilkada 2024 lalu. 

TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

PDIP Sumut menilai keputusan MK itu pun dinilai baik bagi demokrasi Indonesia. Apalagi belakangan muncul adanya sistem yang menjurus pada persekongkolan elit seperti saat menentukan calon kepala daerah. 

"Di satu sisi ada plus dan satu sisi ada negatifnya. Ya positifnya ini akan sangat baik untuk menegakkan demokrasi kita. Karena apa kita liat kemarin ada upaya untuk membuat oligarki di politik kita. Artinya tidak memberikan peluang bagi calon calon lain untuk pemilihan langsung seperti di Pilkada. Jadi melalui keputusan MK ini tidak ada lagi yang mengokupasi, membuat satu calon tunggal untuk dipilih masyarakat," kata ketua DPD PDIP Sumut, Rapidin Simbolon kepada tribun, Kamis (2/1/2025). 

Anggota DPR RI memandang keputusan MK jauh melihat persoalan demokrasi Indonesia yang semakin mengkhawatirkan. 

Dengan penghapusan persyaratan 20 persen  di DPR untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden, Rapidin kewenangan rakyat telah dikembalikan. 

"Karena kita melihat MK hari ini berpandangan jauh ke depan jangan sampai demokrasi Indonesia ini terbunuh," kata Rapidin. 

"Jadi semangat yang kita liat dari putusan ini ada menjaga demokrasi kita. Artinya keputusan ini membuat masyarakat lebih dihargai sebagai pemilik kedaulatan tertinggi, karena suara rakyat adalah suara tuhan," kata Rapidin. 

Rapidin yakin keputusan MK akan memberi suasa baru dalam demokrasi di Indonesia. Meski begitu, menurut Rapidin perlu aturan lainnya untuk menyempurnakan keputusan tersebut. 

"Ini memberikan suasana baru dan suasana yang lebih baik dalam sisi demokrasi. Namun ini tidak mungkin langsung berjalan sempurna, karena itu MK mungkin setelah melihat dan menimbang apa yang kekuatan dan kelebihan jika pertahanan sistem parlementer presidential threshold. Mungkin setelah ini aturan ini bisa disempurnakan," tutupnya. 

Sebelumnya MK menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” sambung Suhartoyo. 

Adapun pasal yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik. Pasal 22 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi sebagai berikut:

"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."

(cr17/tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved