Catatan Akhir Tahun 2024

Catatan Akhir Tahun Bakumsu: Pelanggaran HAM Masif, Ragu Pilkada Lahirkan Pemimpin Pro Rakyat

Sekretaris Eksekutif Bakumsu Juni Aritonang mengatakan, jumlah pelanggaran HAM di Sumut meningkat dibandingkan tahun lalu.

TRIBUN MEDAN/ANUGRAH NASUTION
Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) saat menyampaikan catatan akhir tahun. Mereka menyatakan bila peningkatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumut terjadi saat tahun 2024. 

TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (Bakumsu) mencatat peningkatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumut. Mereka mencatat terdapat 42 kasus pelanggaran terhadap masyarakat sipil dan pembela HAM sepanjang tahun 2024.

Sekretaris Eksekutif Bakumsu Juni Aritonang mengatakan, jumlah pelanggaran HAM di Sumut meningkat dibandingkan tahun lalu. Mereka mencatat aktor paling banyak pelaku kekerasan adalah aparatur negara. 


"Ada 29 kasus, yang melibatkan aktor negara seperti polisi, tentara, satpol PP, Bupati. Juga korporasi, TPL, Nirvana, DPM. Kemudian ada juga pengembang seperti Deli Megapolitan, PTPN 1. Para korbannya merupakan jurnalis, mahasiswa, aktivis, masyarakat adat, kelompok tani dan masyarakat umum," kata Juni, Jumat (20/12/2024). 

Juni mengatakan, Sumut menjadi salah satu provinsi dengan jumlah kasus pelanggaran hukum dan HAM yang tinggi di Indonesia.

Hal itu dikuatkan berdasarkan catatan tahunan Komnas HAM dimana Sumatera Utara menempati urutan ketiga dugaan pelanggaran HAM tertinggi di Indonesia. 


Berdasarkan pemantauan Bakumsu lanjut Juni, pelanggaran terjadi dalam berbagai konteks seperti konflik agraria, kebebasan berekspresi, hingga beragam perbuatan intimidatif terhadap pejuang HAM. 

"Pelanggaran hukum dan HAM tidak terlepas dari banyaknya proyek-proyek pembangunan negara yang menyasar ke Sumut sebagai salah satu tempat pelaksanaan Program Strategis Nasional. Setidaknya terdapat dua proyek pembangunan negara yang merampas ruang hidup masyarakat di Sumatera Utara diantara proyek food estate dan proyek pariwisata nasional Danau Toba," lanjutnya. 


Selain perampasan wilayah adat, pencemaran lingkungan oleh korporasi perkebunan dan perhutanan juga masih terus terjadi. 

Juni mengatakan, penegakan hukum dan perlindungan HAM memerlukan adanya political will dari pemegang kekuasaan.

Namun kata dia lewat agenda demokrasi yakni pemilihan umum 2024 harapan tersebut sepertinya sulit tercapai. 

Hal itu terlihat darin rendah partisipasi pemilih saat Pilkada di Sumut. Juni mengatakan, hal itu memperlihatkan masyarakat cenderung tak yakin terhadap pemimpinnya. 


"Sayangnya pemilihan umum tahun 2024 diwarnai serangkaian kecurangan masif. Pada kontestasi politik pasca Pemilu yakni Pilkada 2024, terkhususnya pada Pemilihan Gubernur juga hampir setengah dari masyarakat Sumatera Utara tidak menggunakan hak suaranya," kata Juni. 


"Terhitung hanya 52 persen suara sah. Minimnya partisipasi masyarakat merupakan sebuah bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya," lanjut Juni.

Sementara itu Kepala Pusat Studi HAM Universitas Negeri Medan (Unimed) Majda El Muhtaj mengatakan perlu peran masyarakat untuk terus mendorong negara dalam mencegah pelanggaran HAM. 


Majda juga berpandangan skeptis terhadap kepala daerah terpilih saat ini bisa menuntaskan persoalan yang melibatkan korporasi. 

"Harus diakui perangkat negara kita masih lemah. DPRD kita, aparat kita masih lemah. Ini semua komandonya ada di presiden," kata Majda

 

Majda pun mengajak semua pihak mengawasi penegakan hukum dan HAM di Indonesia. 

"Seluruh elemen termasuk jurnalis harus berpartisipasi untuk menjaga penegakan hukum dan HAM berlangsung sesuai aturan."


(cr17/tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved