News Analysis
NEWS ANALYSIS: Kenaikan PPN 12 persen Berpotensi Menekan Data Beli Masyarakat
Kenaikan PPN 12 persen ini tetap akan mendorong terjadinya kemungkinan laju tekan inflasi dan tetap akan berpeluang menekan daya beli masyarakat.
Penulis: Fredy Santoso | Editor: Randy P.F Hutagaol
NEWS ANALYSIS: Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Gunawan Benjamin soal Rencana Pengumuman Kenaikan PPN 12 Persen Hari Senin
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sampai saat ini kita juga masih menunggu barang-barang seperti apa yang pajak pertambahan nilai (PPN).
Kan yang selama ini yang akan dikenakan barang-barang mewah.
Tetapi itu akan memberikan dampak kepada masyarakat secara keseluruhan.
Karena sekalipun barang mewah yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) ke masyarakat menengah keatas, dampaknya juga akan dirasakan oleh masyarakat pekerja yang justru mereka bisa saja mendapatkan dampak negatif dari kenaikan PPN tersebut.
Contoh, kendaraan atau mobil misalnya kalau dikenakan PPN naik 12 persen yang dikhawatirkan adalah minat untuk membeli mobil tersebut.
Ini dikhawatirkan berdampak pada penurunan penjualan atau mungkin nanti bisa jadi menekan pendapat dari sisi produsen yang nantinya akan berdampak langsung pada pekerjanya.
Tapi, kalau misalnya kita melihat dari dampak yang lain, kenaikan PPN 12 persen ini tetap akan mendorong terjadinya kemungkinan laju tekan inflasi dan tetap akan berpeluang menekan daya beli masyarakat.
Terus juga nantinya akan membuat laju ekonomi jadi lebih melambat.
Dengan PPN 12 persen ini sebenarnya kalau untuk Indonesia atau bicara di Sumatera Utara ini saya melihatnya terkhusus bau diberlakukan kepada barang-barang mewah sekalipun, ini pertumbuhan ekonomi akan bergerak dalam rentang 4,4 hingga 4,8 % untuk Sumatera Utara.
Kalau secara nasional mungkin 4,0 hingga 4,7 % dia akan seperti itu.
Nah, tekanan terhadap ekonomi ini saya pikir dari PPN walaupun tidak sebesar dari rencana semula PPN 12 % bisa menyasar semua jenis kelompok barang tanpa memilah seperti yang sekarang, tetap saja kita pemerintah perlu mengkhawatirkan dampak turunan dari kenaikan PPN itu sendiri, karena nggak bisa dipungkiri dikenaikan PPN tersebut bisa memberikan pukulan bagi pemulihan ekonomi peta di tahun 2025 mendatang.
Ditambah lagi dengan prospek ekonomi yang suram, di negara lain juga itu yang terburuk dan kebijakan kenaikan PPN sebesar 12 % itu tadi.
Sekilas, naiknya angkanya hanya 11 ke 12 persen dan naiknya hanya 1 persen.
Tapi kalau kita bicara presentasenya, itu bisa lebih dari 9 % kenaikannya.
Cara sudut pandangnya itu berbeda, kalau misalkan dari 11 ke-12 itu nambahnya cuma 1 persen.
Tapi kalau 1 per 11 itu sekitar 9 persen lebih.
Jadi itu memang kenaikan yang sangat signifikan sebenarnya kalau saya bilang.
Jadi saya kira pemerintah perlu berhati-hati dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seiring dengan beberapa program yang menambah anggaran seperti Kementerian yang semakin banyak, Ibukota Nusantara, makan gizi gratis dan sebagainya.
Kita berharap pemerintah masih punya ruang fiskal yang cukup untuk menambah proyek pembangunan yang lebih produktif lagi nantinya di tahun 2025.
Kenaikan PPN ini, sekalipun mendapat kritik dari berbagai pihak tetapi kalau itu menjadi sebuah keputusan kita hanya berharap keputusan ini menjadi jalan yang bisa memperbaiki Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena memang ada beberapa program besar yang sudah dicanangkan pemerintah di tahun ini dan akan diberlakukan di tahun 2025 mendatang dan tentunya itu menguras banyak anggaran.
Soal pengaruhnya ke masyarakat, kita masih menunggu sebenarnya kenaikan PPN, detailnya seperti apa, di jenis barang seperti apa yang akan dikenakan.
Karena wacana yang berkembang adalah barang-barang mewah.
Masyarakat menengah ke atas pastinya walaupun kita bisa berasumsi daya beli yang terjaga mereka masih mampu membeli barang-barang mahal, bermerek.
Tapi, kan dengan kenaikan PPN 12 % seperti sekarang ini tentu tidak menutup kemungkinan mereka akan berpikir dua kali untuk membeli barang-barang mewah itu tadi.
Kalau misalkan itu terjadi kita memikirkan bagaimana dampaknya, memikirkan barang itu yang dipasarkan lewat para pelaku usaha ataupun pedagang.
Pelaku usaha maupun pedagang masih terdampak karena pedagang ini tentunya akan berpotensi mengalami penurunan penjualan ataupun omzet.
Adapun, misalkan dikenakan ke barang mewah seperti mobil secara otomatis yang namanya dealer, perusahaan produksi kendaraan bermotor berpeluang berdampak mengalami penurunan penjualan.
Jadi nampaknya nantinya yang saya khawatirkan adalah adanya tekanan efisiensi terhadap karyawan di sejumlah perusahaan produsen itu sendiri ataupun pelaku usaha itu tadi.
Jadi karena ada kenaikan PPN, mengakibatkan adanya tekanan dari sisi omset, dan sisi penjualannya sehingga mereka melakukan efisiensi karyawan dan nanti dampaknya akan dirasakan masyarakat seperti pengurangan tenaga kerja, pengakhiran hubungan kerja (PHK) massal.
Kemudian, berpotensi mempekerjakan karyawan dengan sistem kontrak dan tidak berani merekrut karyawan dalam sistem kerja tetap.
Artinya, secara kesimpulan PPN yang dinaikkan menjadi 12?rpeluang menciptakan sebuah lapangan pekerjaan yang kurang berkualitas.
(cr25/Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Anggota Dewan Gadaikan SK, Pengamat Sosial: Mereka Memang Butuh Uang Banyak |
|
|---|
| Tak Takut Korupsi, Pejabat Jaman Sekarang Merasa Ketiban Sial Jika Tertangkap |
|
|---|
| Ichwan Azhari: Medan Dibangun sebagai Kota Anti-Banjir dan Canggih, Sekarang? |
|
|---|
| Kepsek dan Dinas Pendidikan Jangan Cari Makan dari Sekolah dan Orang Tua Siswa |
|
|---|
| Anak Pejabat dan Tokoh Jadi Caleg, Rendah Kapasitas Namun Berpeluang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Gunawan-Benjamin_Pengamat-ekonomi-UISU_.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.