Breaking News

Viral Medsos

Pakar Hukum Tegaskan Anwar Usman tak Bisa Mengadili Perkara Sengketa Pemilu 2024: Ada Keponakannya

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Susi Dwi Harijanti meminta Hakim Konstitusi, Anwar Usman tak boleh mengadili

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
Hakim konstitusi Suhartoyo resmi dilantik sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028 menggantikan Anwar Usman yang dicopot karena terbukti melanggar etik berat. Pembacaan sumpah dilakukan di Ruang Sidang Lantai 2 kantor MK, Senin (13/11/2023). Anwar Usman tak terlihat. 

Menurut Sugeng, pimpinan Polri pun tak bakal memberi izin bagi para Kapolda yang nantinya akan diminta untuk menjadi saksi.

Sebab, kata Sugeng, struktur Polri bersifat komando, sehingga tidak mungkin ada izin untuk anggota memberi saksi di persidangan. 

"Karena struktur Polri yang bersifat Komando tidak memungkinkan ada izin untuk seorang anggota memberi keterangan saksi di persidangan. Kalau hadir tanpa izin namanya insubordinasi. Nilai taat perintah pimpinan sudah menjadi nilai yang harus dijunjung tinggi," jelasnya.

Baca juga: SELENGKAPNYA 30 Anggota DPR Terpilih dan Gagal dari Dapil Sumut 1 2 3, Hasil Rekapitulasi KPU Sumut

Diragukan 

Keterlibatan Kapolda ini juga diragukan oleh Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad Wibowo.

"Membawa kapolda sebagai saksi? Weleh-weleh hehe. Secara logika, saya meragukannya," kata Drajad.

Drajad menjelaskan soal kapasitas pihak kepolisian dalam urusan pemilu.

Ia mengatakan, bahwa kapolda seharusnya bertanggungjawab jika terjadi dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di wilayah tugasnya.

"Karena, jika memang ada Kapolda yang menyaksikan pelanggaran TSM di wilayahnya, bukankah dia berwenang dan punya pasukan untuk mencegah bahkan menindak pelanggaran itu?" ujarnya.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa menggugat hasil pemilu ke MK adalah sebuah hak konstitusional seluruh pihak. Namun, gugatan itu, kata Drajad, memerlukan bukti yang rigid. "Ini berdasarkan pengalaman sebagai unsur pimpinan PAN sejak 2010," ungkapnya.

Menurut Drajad, untuk membuktikan kata masif saja, jika selisih suaranya tidak besar, bukti yang dibutuhkan sangat banyak. 

"Apalagi jika selisih suaranya sangat telak seperti dalam Pilpres 2024. Belum lagi untuk kata terstruktur dan sistematis," ucapnya.

Baca juga: MAHFUD Soal Kubu Prabowo-Gibran Siapkan 36 Pengacara Hadapi Gugatan MK : Kita Juga Siapkan!

Sebelumnya, Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat mengatakan pihaknya akan mengajukan seorang kapolda untuk menjadi saksi saat mengajukan gugatan Pilpres 2024 di MK. Gugatan itu akan dilayangkan ke MK setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengumumkan hasil Pilpres 2024 pada 20 Maret 2024.

"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok kapolda dipanggil dicopot,” kata Henry dalam keterangannya, Senin (11/3/2024).

Namun, Henry tak menjelaskan detail identitas kapolda itu. Dia hanya menyebut pihak kepolisian berpangkat Irjen dan jabatan Kapolda itu dihadirkan untuk membuktikan soal adanya mobilisasi kekuasaan dengan pengerahan aparatur negara.

"Akan ada Kapolda yang kami ajukan, kita tahu semua main intimidasi, besok Kapolda dipanggil dicopot," ujarnya.

Yusril: Tak bisa membalikkan hasil pemilu

Sumber: Tribunnews
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved