TRIBUNWIKI

SEJARAH Pesta Tapai, Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Batubara, Masih Dilakukan hingga Kini

Namun, saat ini banyak pedagang yang menambahkan menu khas melayu lainnya di pesta tapai, mulai dari dodol, selai srikaya, hingga rendang serai kepah.

|
Penulis: Alif Al Qadri Harahap | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/Alif Alqadri Harahap
Pesta tapai tradisi khas melayu menyambut Bulan Ramadan di Kabupaten Batubara sudah ada sejak Indonesia belum merdeka, Jumat(25/3/2022). 

Namun, saat ini banyak pedagang yang menambahkan menu khas melayu lainnya di pesta tapai, mulai dari dodol, selai srikaya, hingga rendang serai kepah. 

"Untuk bukanya, disini mulai pukul 04.00 wib hingga pukul 00.00 wib, dengan pembeli yang berasal dari luar daerah. Namun kegiatan ini hanya dilakukan 22 hari sebelum Bulan Ramadan, dan tutup dua hari sebelum puasa pertama," katanya.

Murni, salah satu pembeli asal Pasar Bengkel, Kabupaten Serdangberdagai mengaku sengaja datang ke Kabupaten Batubara untuk membeli tapai dan lemang.

"Kami setiap tahun kemari. Kalau tidak kemari rasanya tidak lengkap menjalani bulan Ramadhan," kata Murni.

Pesta tapai tradisi khas melayu menyambut Bulan Ramadan di Kabupaten Batubara sudah ada sejak Indonesia belum merdeka, Jumat(25/3/2022).
Pesta tapai tradisi khas melayu menyambut Bulan Ramadan di Kabupaten Batubara sudah ada sejak Indonesia belum merdeka, Jumat(25/3/2022). (TRIBUN MEDAN/Alif Alqadri Harahap)

Pembeli Bukan Manusia

Selain budaya, di Pesta Tapai setiap tahunnya memiliki cerita mistis yang cukup membikin bulu kuduk merinding.

Pasalnya tidak semua pembeli di pesta tapai manusia yang kasat mata.

Sebab, menurut Efendi, setiap tahun memang ada kasus yang menceritakan bahwa ada pembeli dari kaum bunian.

"Di tahun ini sudah ada dua kali saya dengar. Karena setiap tahun memang ada kasus ini," katanya.

Dia menceritakan, yang membedakan manusia dengan kaum bunian pada perawakannya yang cukup aneh.

"Kalau kaum bunian yang membeli, mereka tidak ada menawar dan selalu menundukan kepalanya. Seperti naik ojek dari simpang, biasanya Rp 5 ribu, namun mereka mau membayar hingga Rp 20 ribu tanpa menawar," katanya.

Ia menceritakan, beberapa tahun lalu, ada satu mobil penumpang yang membawa rombongan bunian yang khusus turun di pesta tapai.

"Supir mopennya juga mengakui bahwa mereka memang berbeda dengan manusia, karena kaum bunian tersebut terlihat tidak terlalu meriah dalam pesta tapai, namun selalu ada setiap tahunnya," jelasnya.

Hal tersebut diperkuat dengan lakunya seluruh dagangan para pedagang yang berjualan di sepanjang jalan Desa Dahari Selebar. 

Namun, menurut seorang pedagang, Inyak saat dijumpai Tribun-Medan.com mengaku belum pernah melihat dan menjumpai warga bunian yang di ceritakan oleh para pedagang lainnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved