Tukang Jahit Bendara

Mardawiah Bermula dari Tukang Jahit Bendera, Hingga dapat Bertemu Presiden Soeharto

Mardawiah, nenek berusia 69 tahun menjadi penjahit seorang penjahit bendera merah putih yang sudah lebih dari 50 tahun.

TRIBUN-MEDAN.COM, KISARAN - Mardawiah, nenek berusia 69 tahun menjadi penjahit seorang penjahit bendera merah putih yang sudah lebih dari 50 tahun.

Meskipun sudah berusia senja, tangan kriputnya masih sangat cekatan menjahit bendera merah putih untuk digunakan sebagai bendera yang memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia.

Ditemui dikediamannya di Desa Punggulan, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan, Jumat(28/7/2023).

Terlebih, ia mengaku motivasinya menjahit bendera merah putih tersebut karena dirinya lahir tepat pada tanggal 17 Agustus yang sama dengan hari kemerdekaan.

"Dari saya kecil, saya sudah ditinggal ibu saya. Kami bersama ayah hidup kesana kesini sehingga memaksa kami untuk mencari uang untuk bertahan hidup. Sehingga, saya belajar menjahit dan memutuskan untuk menjahit bendera ini," kata Mardawiah.

Nama Mardawiah dikasih oleh kakeknya yang merupakan orang Jepang kepadanya karena mengingat ulang tahunnya sama dengan ulang tahun negara.

"Mardawiah itu artinya merdeka, itu kakek saya yang orang Jepang yang beri nama. Dia dulu mungkin ikut saat perang, jadi itulah sejarah nama saya," ujarnya.

Dengan mesin jahit tuanya, dia mengayuhkan pedal dikakinya dengan cepat agar mesin jahit berputar.

"Setiap tahunlah, sesuai dengan pesanan. Ini kemarin udah habis, dan nanti buat lagi. Bahkan, kalau sudah hari H, bendera yang dirumah saya itu sering dilepas karena kurang bendera dari pemesan," katanya.

Dalam sekali pesanan, Mardawiah dapat memproduksi lebih dari 300 buah bendera, dalam hitungan sehari 50 benderalah," ujarnya.

Nek Mardawiah menjual bendera hasil buatannya dengan harga Rp 3 ribu untuk bendera yang digunakan di sepeda motor dan mobil, sedangkan Rp 40 Ribu untuk bendera ukuran besar.

"Semua tergantung ukuran dan bahan. Umbul-umbul juga, berfariasi," katanya.

Selain rasa nasionalisme yang tinggi, mata nek Mardawiah seketika sempat berkaca-kaca usai menceritakan saat dirinya oernah diundang oleh Presiden Republik Indonesia ke - 2, Soeharto ke Istana Negara.

"Tshun 92 itu saya pertama kali ke Jakarta, saya diminta hadir untuk memenuhi undangan pak Harto. Saya sujud syukur di depan istana, karena saya masuk kedalam itu. Tidak semua orang bisa masuk," ujarnya.

Dengan baju pengantin melayu yang disewanya dari bidan pengantin, dirinya dapat bertemu dengan Soeharto bersama Wakil Presiden Soedsrmono.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved