Ramadan 1444 H
Bulan Ramadan Jadi Momentum Aparatur Sipil Negara Meningkatkan Akhlak Mulia
Imbas dari disorotnya harta kekayaan beberapa aparatur negara tidak hanya menimpa yang bersangkutan tapi juga ikut menimpa keluarga mereka.
Penulis: Indra Gunawan | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN-MEDAN.com, DELISERDANG - Belum lama ini publik dihebohkan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak dari salah satu aparatur sipil negara (ASN) yang menjerat sang penganiaya dengan status tersangka.
Tak dinyana kasus ini malah merembet ke mana-mana. Netizen bukan hanya menghakimi kejahatan sang tersangka di media namun juga mengulik harta kekayaan orang tuanya yang bernilai di atas rata-rata.
Kegaduhan yang terjadi di media massa dan dunia maya akhirnya bergulir menjadi bola salju yang membuat netizen makin menaruh curiga pada sebagian ASN yang memiliki kekayaan dengan nilai yang cukup fantastis. Nilai harta yang dimiliki oleh sebagian ASN ini dianggap tak sesuai dengan profil pendapatan yang mereka terima setiap bulannya.
Imbas dari disorotnya harta kekayaan beberapa aparatur negara tidak hanya menimpa yang bersangkutan tapi juga ikut menimpa keluarga mereka. Akun media sosial yang dimiliki istri/suami aparatur dan anak-anak mereka pun tak luput dari serangan netizen di dunia maya.
Keluarga yang terimbas mulai menghapus postingan mereka bahkan tak sedikit yang akhirnya menutup akun media sosialnya karena tak tahan dicibir dan dikuliti para netizen. Gaya hidup mewah dengan memamerkan barang-barang berkelas dan pengalaman jalan-jalan ke luar negeri pun tak luput dari sorotan publik.
Barang-barang bermerek yang selama ini dianggap sebagai alat untuk meningkatkan prestise dan status sosial, saat ini seolah dianggap aib tercela yang harus ditutup rapat-rapat dari pantauan siapa saja.
Padahal kalau mau jujur, cukup banyak aparat kaya raya yang memperoleh hartanya secara legal dan halal. Ada yang memperolehnya dari warisan keluarga, ada yang pintar mengelola keuangannya, dan ada pula yang serius membangun usaha di luar jam kerja sehingga bisa memperoleh penghasilan berkali lipat dari gaji bulanan yang biasa diterima.
Dengan penghasilan lumayan dari usaha yang mereka jalani, tentu saja cukup wajar jika gaya hidup mereka tidak bisa disamakan dengan kebanyakan aparat di luar sana.
Hanya saja, gaya hidup mewah aparatur negara di tengah sebagian besar masyarakat kita hidupnya masih susah dan pas-pasan, memang terkesan tidak sensitif dan dapat memicu kecemburuan sosial. Ada baiknya gaya hidup hedonis seperti itu dihindari.
Bahkan Presiden Joko Widodo sendiri pernah meminta aparat penegak hukum, khususnya para petinggi di jajaran kepolisian untuk mengurangi gaya hidup mewah demi menghindari kecemburuan sosial ekonomi di kalangan masyarakat. Hal itu disampaikan beliau saat memberikan pengarahan kepada Pati Mabes Polri, Kapolda, dan Kapolres se Indonesia di Istana Negara Jakarta pertengahan Oktober 2022 yang lalu.
Meskipun demikian, kita juga tak bisa menyalahkan jika publik menduga-duga adanya oknum aparat yang melakukan tindakan tidak terpuji untuk menumpuk harta pribadi. Perilaku koruptif yang menghinggapi aparatur merupakan penyakit yang tak kunjung sembuh sejak republik ini didirikan.
Transparency International telah melakukan survey indeks korupsi di 180 negara dengan menggunakan skala 0-100. Skor 0 menunjukkan negara yang sangat korup, dan 100 menunjukkan bahwa suatu negara sangat bersih dari perilaku korupsi. Menurut laporan lembaga ini, Indonesia memiliki skor indeks persepsi korupsi (IPK) sebesar 34 dari skala 0-100 pada 2022.
Skor ini menjadikan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di Asia Tenggara, dibawah Filipina, Laos, Kamboja, dan Myanmar. Dari hasil survei di 180 negara, rata-rata IPK global tahun 2022 adalah 43. Dengan capaian skor IPK hanya 34, artinya indeks korupsi Indonesia masih lebih buruk dibanding rata-rata dunia.
Hasil temuan Transparency International ini sudah sepantasnya menjadi bahan renungan bagi kita semua. Mengapa di negara yang menganut ideologi Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 ini masih dihantui dengan bahaya korupsi yang dilakukan oleh oknum aparatur negara. Perangkat-perangkat untuk menekan kasus korupsi sebenarnya sudah cukup banyak.
Mulai dari UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah beberapa kali terakhir melalui UU Nomor 19 tahun 2019, termasuk peraturan perundangan turunannya. Kita juga memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah aktif bertugas sejak didirikan tahun 2003. Pengawasan internal di berbagai institusi, khususnya melalui inspektorat, semakin diperketat dari tahun ke tahun.
| Jelang Lebaran, Harga Daging Sapi dan Daging Ayam Melonjak |
|
|---|
| Tiga Kelompok Orang Berpuasa dan Meningkatkan Kualitasnya, Simak Penjelasan H Mukti Ali Harahap |
|
|---|
| Gerhana Matahari Terlihat 3 Persen di OIF UMSU, Masyarakat Laksanakan Salat Khusuf Berjamaah |
|
|---|
| Niat dan Keistimewaan Salat Gerhana Matahari, Berikut Tata Caranya dan Imbauan Kemenag |
|
|---|
| Dibangun Tahun 1930, Masjid Jamik KH Abdul Karim di Kota Binjai Simpan Banyak Sejarah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Aulia-Akbar-staf-di-Bappedalitbang-Kabupaten-Deli-Serdang_.jpg)