Jumat Agung

Renungan Jumat Agung dari Uskup Agung Medan Mgr Kornelius Sipayung

Uskup Agung Medan Mgr Kornelius Sipayung membagikan renungan perayaan Jumat Agung kepada umat katolik.

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/HO
Uskup Agung Medan Mgr Kornelius Sipayung. 

TRIBUN-MEDAN.com, BALIGE - Esok hari, tepatnya pada hari Jumat (7/4/2023), umat Katolik di seluruh dunia memperingati Jumat Agung. Uskup Agung Medan Mgr Kornelius Sipayung menyampaikan khotbahnya dengan judul "Yesus Wafat untuk Menebus Dosa kita".

Kepada tribun-medan.com, ia membagikan renungan yang ia tulis sendiri. Demikian isi renungan Perayaan Jumat Agung.

Saudara-saudari yang terkasih. Ada satu pertanyaan yang sangat serius dalam diri saya berkaitan dengan latar belakang perisiwa Yesus ini.

Mengapa Yesus yang pada jaman itu dialami banyak orang sebagai utusan Ilahi, yang datang ke dunia mengajarkan pesan-pesan Ilahi dan mewartakan Kerajaan Allah, yang mengajak manusia bertobat, menampakkan wajah Allah yang berbelas kasih lewat perbuatan menyembuhkan, membuat mukjizat bahkan membangkitkan orang mati, pada akhirnya dijadikan senasib dengan penjahat dan mengalami nasib tragis disalibkan dan mati?

Jawaban atas keingintahuan ini saya temukan dalam Injil sendiri.

Saya mencoba memperhatikan bacaan-bacaan misa harian satu minggu sebelum hari Minggu Palma ini.

Secara manusiawi saya mengerti mengapa peristiwa ini terjadi dengan Yesus.

Penginjil menghantar para pendengar untuk mengerti latar belakang peristiwa bersejarah ini.

Rupanya peristiwa ini banyak dipicu oleh adanya ketegangan antara Yesus dengan para imam, ahli Taurat dan penatua-penatua orang Yahudi.

Kehadiran Yesus yang adalah utusan Ilahi ini, rupanya menjadi ancaman bagi Pemuka agama Yahudi.

Pemuka agama Yahudi itu adalah para imam, ahli-ahli Taurat dan Penatua-penatua agama.

Mereka ini sebenarnya panutan dalam hal keagamaan. Tetapi sering bahwa mereka ini dianggap seperti orang yang munafik, membebani umat Allah dengan banyak peraturan. Para pemuka agama inilah pihak yang menghalangi Yesus datang ke Yerusalem.

Dari awal pelayananNya, kehadiran Yesus sungguh menggelisahkan dan menjadi ancaman bagi para pemimpin agama ini.

Sedemikian menggelisahkan maka mereka ini sering juga mengamat-amati Yesus sekedar mencari kesalahan, terutama kesalahan yang melanggar hukum Taurat.

Kegelisahan dan rasa terancam mendorong mereka untuk mengajukan pertanyaan kepada Yesus atau kepada murid Yesus tentang komitmen Yesus akan hukum Taurat.

Misalnya pertanyaan mengapa Yesus bergaul dan makan bersama orang berdosa, mengapa murid-murid Yesus makan dengan tidak mematuhi adat-istiadat orang Jahudi, mengapa murid-murid Yesus tidak berpuasa dan banyak lagi pertanyaan sering menguji dan menjerat Yesus.

Mengapa kehadiran Yesus yang adalah utusan Ilahi ini sungguh menggelisahkan dan menjadi ancaman bagi pemimpin agama ini?

Inilah jawaban mengapa pemuka agama itu gelisah.

Banyak orang kagum dengan pengajaran Yesus. Yesus berkotbah dan mengajar dengan penuh wibawa.

Dia membuka mata orang akan arti hukum dan aturan-aturan dengan menggali nilai dari setiap peraturan yang ada. Sementara para pemimpin agama ini merasa diri kurang laku karena bertindak legalis.

Selain itu Yesus juga mengajar murid-muridNya dengan perkataan. “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih baik dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kamu tidak akan masuk dalam kerjaan surga”

Yesus juga membuat banyak aksi yang membuat mata orang melihat bahwa utusan Allah sedang ada di antara mereka. Semakin para pemuka agama itu mengkritik Yesus semakin tidak laku mereka di hadapan khalayak ramai.

Situasi ini membuat para pemimpin agama cemas dan terancam. Inilah yang memicu ketegangan antara Yesus dengan Pemuka agama. Apakah kecemasan ini hanya sekedar iri hati?

Injil pada hari Sabtu sebelum Minggu Palma menuturkan penolakan sekaligus komplotan kaum pemimpin elite Jahudi yang berencana mau membunuh Yesus.

Mereka makin bertekad bulat menyingkirkan Yesus karena ketakutan akan pengaruh Yesus yang semakin kuat dan meluas dengan tanda-tanda mukjizat yang dilakukan-Nya. Lebih hebat lagi penolakan ini setelah Yesus membangkitkan Lazarus.

Akan ada ancaman dan bahaya besar untuk kelangsungan keberadan agama Yahudi jika orang banyak percaya dan mengikuti Yesus. Ini bukan persoalan sederhana, soal iri hati atau kelah tenar, tetapi persoalan keberadaan sebagai bangsa yang melekat dengan agama.

Maka mereka bersepakat bahwa Yesus harus disingkirkan. Tetapi dengan jalan apa? Kayafas, Imam Besar pada masa itu berkata: "Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa" (Yoh 11:48-50).

Dengan pernyataan ini, Yesus mau dijadikan tumbal - korban dan dibunuh tentunya. Dan terbukti nanti dalam pengadilan agama, Kayafas menuduh Yesus itu sebagai seorang yang menghujat Allah.

Dan pada akhir perikop Injil itu orang bertanya satu sama lain “akan datangkah Yesus ke pesta paska Orang Jahudi?” Banyak orang mengetahui ketegangan ini bahkan rencara jahat pemuka agama ini.

Beberapa hari sebelum peristiwa penyaliban itu diceriterakan Injil bagaimana Yesus memasuki Yerusalem dengan menunggangi keledai.

Terjawab pertanyaan orang-orang tadi. Yesus barangkali sengaja memilih keledai sebagai kenderaan menuju Yerusalem. Dia tidak menunggang kuda yang menjadi lambang kekuatan, kejayaan, wibawa dan keperkasaan.

Yesus menggunakan tunggangan keledai yang muda, lemah, sulit dikendalikan.
Ini adalah gambaran peristiwa yang akan dihadapi oleh Yesus.

Yesus harus mengendalikan diri dan tetap berpegang pada kehendak Bapa ketika berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang mencoba menjungkirbalikkan kebijaksanaan, kekuatan yang mencoba membatasi gerak utusan Ilahi yang sedang datang ke Yerusalem.

Penginjil Matius mengajak kita untuk melihat kewibawaan Yesus yang nampak dalam sikapnya sebagai Tuhan yang lemah lembut.

Dengan demikian nanti dalam mengikuti kisah penghinaan, penderitaan, penyalibannya kita tetap dapat melihat sisi Yesus yang anggun dan berwibawa itu.

Apa hal yang mau dikatakan dengan ini? Ceritra ini mau mengatakan bahwa Yesus sanggup menyetir hal yang sukar. Maka jelas yang hendak dikatakan: ia orang yang penuh kearifan. Ia dapat menyatukan kejayaan dan kelemahlembutan, dua keutamaan yang sulit dibayangkan ada bersama pada diri orang yang sama.

Yesus tetap setia pada jalannya. Setia pada misinya. MisiNya adalah menampakkan wajah Allah yang berbelaskasih, lemah lembut, arif, bijaksana, menguasai diri. Dia setia dan taat kepada Dia yang mengutusNya, yaitu Allah Bapa.

Baginya tetap berlaku gambaran yang bertumpang-tindih antara raja yang jaya dan kelembutan yang membuat-Nya rapuh di hadapan kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha menjungkir-balikkan kebijaksanaan dengan mempergunakan baik Yudas maupun Pilatus.

Pada hari ini kita mengenangkan peristiwa penyaliban dan kematian Dia yang dalam hidupNya taat kepaa Allah. Dia yang menampakkan wajah Allah yang berbelaskasih, bijaksana dalam mengajar, peduli dengan dan menyembuhkan banyak orang yang sakit, memuasakan rasa haus dan lapar orang akan kebenaran kahirnya mati tragis di kayu salib karena rasa iri hati, keterancaman dari para pemimpin agama.

Yesus tetap berada di dalam garis kebijaksanaan hingga akhir. Dia berhasil menyetir dan mengarahkan tunggangan yang sukar. Inilah kebesaran utusan Ilahi yang dirayakan selama Minggu suci ini, yang berpuncak pada Triduum Paskah daam mana kita mulai dengan memperingati KematianNya.

Demikian isi renungan yang disampaikan Mgr Kornelius Sipayung bagi umat Katolik di Keuskupan Agung Medan.

(cr3/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved