Puasa di Negeri Orang
Jalani Puasa Selama 15 Jam di Kota Lincoln, Radya Mahardika Rindu Makan Mie Sop dan Nasi Padang
Dijelaskan warga asli Kota Malang ini, waktu solat Subuh di Kota Lincoln pukul 06.00. Sementara waktu berbuka puasa pukul 19.30 Waktu Lincoln.
Penulis: Anisa Rahmadani |
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN - Radya Mahardika, mahasiswa S2 Jurusan Master Of Management In Agribussines, Lincoln University menjalani puasa Ramadan yang berbeda di tahun ini.
Radya bercerita bahwa dirinya kali pertama jalani puasa Ramadan di luar negeri tepatnya di Kota Lincoln, Selandia Baru. Dikatakan Radya, puasa di Kota Lincoln masih cukup sulit ia jalankan. Sebab, dirinya menjalankan ibadah puasa dengan waktu yang cukup panjang.
"Lincoln ini, merupakan kota kecil di Pulau Selatan Selandia Baru. Saya tinggal di sini baru dua bulan. Ini kali pertama saya puasa di luar negeri," ucapnya saat diwawancarai Tribun Medan, Senin (27/3/2023).
Radya yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Selandia Baru mengatakan, puasa pertama ini dirinya rindu dengan makanan Mie Sop Kampung.
"Puasa pertama di sini hari Jumat (24/3/2023) lalu. Saya kaget ternyata jarak saya puasa disini kurang lebih 15 Jam," ucapnya.
Dijelaskan warga asli Kota Malang ini, waktu solat Subuh di Kota Lincoln pukul 06.00. Sementara waktu berbuka puasa pukul 19.30 Waktu Lincoln.
"Jadi waktu puasa kami itu 15 jam. Untungnya karena cuaca di sini masuk musim semi atau gugur jadi, puasa lama pun gak terasa. Karena cuacanya dingin," tuturnya.
Karena cuaca dingin, laki-laki kelahiran tahun 1993 ini kesulitan untuk mencari makanan yang berkuah. "Saya rindu makanan mi sop ceker khas Malang. Karena disini jarang ditemukan makanan berkuah," ucapnya.
Selain rindu dengan makanan mie sop, Rad juga rindu makanan nasi padang. "Makanan yang saya suka waktu berbuka di sini makanan nasi briyani dan aneka kare dari orang timur tengah. Karena rasanya seperti makan nasi padang. Cukup obati kerinduan untuk makan nasi padang," tuturnya.
Apalagi di kala sahur, Rad sapaan akrabnya, sedikit kesulitan mencari makanan. "Yang tersulit puasa di sini itu gak ada ojek online buat pesan makanan tengah malam atau sahur," jelasnya.
Disinggung apakah kesulitan mencari nasi di sana, Rad mengaku, tidak sulit. "Hanya harga beras di sini cukup mahal, karena kota ini bukan penghasil beras. Tapi disini, kentang cukup mudah ditemukan," jelasnya.
Diceritakan Rad, ia bersama anak-anak Indonesia lainnya suka mengolah kentang untuk menjadi pengganti nasi.
"Cuman namanya kita orang Indonesia gak makan namanya kalau gak pakai nasi, jadi tetap ada stok selama Ramadan. Gak jarang kita juga makan roti sebagai karbonya," jelasnya.
Kendati kesulitan mencari nasi, Rad mengaku senang bisa memiliki pengalaman Ramadan di luar negeri.
"Sejauh ini cukup menyenangkan, karena saat Ramadan ini keakraban pelajar Indonesia disini lebih terasa. Bahkan bisa merasakan buka bersama komunitas muslim dari negara lain. Seperti Malaysia, Pakistan dan lain-lain," jelasnya.
Jalani Puasa Selama 15 Jam di Kota Lincoln
Radya Mahardika Rindu Makan Mie Sop dan Nasi Padan
puasa di luar negeri
Tribun Medan
Puasa di Negeri Orang
| 2 Tahun Jalani Puasa di Negeri Sakura, Shobron Mengaku Hampa, Tak Merasakan Vibes Ramadan |
|
|---|
| Jadi Minoritas dan Jalani Ibadah Puasa Penuh Tantangan, Dona Rindu Tanah Air |
|
|---|
| Tahun Pertama Puasa di Amsterdam, Hani Rindu Salat Tarawih dan Buat Sop Buah Bareng Ibu |
|
|---|
| 8 Tahun di Malaysia, Dewi Sonita Rindu Rasakan Puasa di Kampung Halaman |
|
|---|
| Cerita Puti Novianti, Pekerja Asal Medan di Jepang, Rindu Suara Azan Saat Ramadan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Radya-Mahardika-saat-jalan-jalan-di-tempat-wisata.jpg)