Berita Sumut

YPDT Sayangkan F1H2O Beri Dampak Negatif untuk Masyarakat dan Abaikan Kearifan Lokal

Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) menyesalkan pelaksanaan F1H2O memberikan beberapa dampak negatif untuk masyarakat di sekitar Danau Toba.

|
Tribun Medan/Rechtin Hani Ritonga
Yayasan Pencinta Danau Toba atau YPDT saat mengikuti diskusi pengawasan dampal F1H2O terhadap Danau Toba yang diselenggarakan di Hotel Radisson Medan, Kamis (23/2/2023). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) menyesalkan pelaksanaan F1H2O memberikan beberapa dampak negatif untuk masyarakat di sekitar Danau Toba.

Ketua Yayasan Pencinta Danau Toba Maruap Siahaan menilai persiapan penyelenggaraan F1 Powerboat terburu-buru, sehingga kajiannya dangkal, mengabaikan kearifan lokal, dan nilai kemanfaatannya untuk masyarakat kawasan Danau Toba juga minim.

Baca juga: TAK Kalah dari F1H20, Samosir Ada Event Lomba Balap Kapal Tradisional Toba: Solu One Tasco Hutaraja

“F1 Powerboat yang diselenggarakan mulai tanggal 24 Februari mendatang di Balige, Danau Toba ini, terkesan terburu-buru sekali. Persiapannya singkat, sehingga kurang memperhatikan kearifan lokal Danau Toba dan kepentingan masyarakat setempat sekitar lokasi pelaksanaan kegiatan,” ujar Maruap Siahaan dalam pernyataan tertulis, Kamis (23/2/2023).

Ia menyebut contoh nyata dampak negatif pelaksanaan F1 Powerboat, yakni terjadi penggusuran warga dan pedagang di pusat kegiatan di Lapangan Sisingamangaraja, dan Pelabuhan Napitupulu, Balige.

Ada juga klaim komunal marga Napitupulu akan tanah di lokasi acara.

“Tanpa menggubris tanah komunal Napitupulu, pemerintah langsung saja membangun di lokasi. Ini tanpa mempertimbangkan hak komunal Napitupulu. Akibat persiapan tergesa-gesa, mengejar kegiatan tanggal 24 dan 26 Februari. Karena sifatnya tergesa-gesa, event hanya 30 menit ini membuat rasa keadilan turun-temurun terabaikan,” kata Maruap.

YPDT juga menilai penyelengaraan kejuaraan perahu cepat, secara ekonomi tidak menguntungkan.

"Secara ekonomis event F1 Powerboat ini, tidak menghasilkan devisa. Kalaupun ada perputaran ekonomi di kawasan Danau Toba, itu sifatnya domestik. Perputaran uang dari dan oleh warga di kawasan Danau Toba. Justru adanya kontrak dengan Formula One, kita keluar devisa. Padahal lazimnya, pariwisata seharusnya menghasilkan devisa,” kata Maruap.

Abaikan Kearifan Lokal

Ketua YPDT Maruap Siahaan mempersoalkan juga kegiatan F1H2O hanya fokus pada acara balapan di danau. Sehingga masalah sosial dan lingkungan, misalnya, banjir di Balige yang disebabkan gorong-gorong tidak pernah diurusi. Juga dampak penebangan hutan di sekitar jadi penyebab banjir.

“Oleh karena event 3 hari, semua itu luput dari perhatian pemerintah,” kata Maruap.

Lazimnya, kata Maruap mengutip Kementerian Pariwisata, kegiatan pariwisata merupakan pengembangan portofolio adat-istiadat dengan porsi 65 persen.

Sehingga karya kreatif budaya justru yang paling utama ditampilkan untuk menjaring pariwisata asing.

Sementara itu, kata Maruap, F1H20 ini event yang tidak dinikmati orang luar. 

Baca juga: Presiden Jokowi Dijadwalkan Nonton F1 Powerboat, Kodam I Bukit Barisan Siagakan 2 Ribu Personel 

"Karena orang Eropa sudah terbiasa melihat balapan F1. Orang desalah yang menggemarinya. Di sisi lain, orang desa di kawasan Danau Toba sudah terbiasa dengan skala boat yang lebih kecil,” kata dia.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved