Tambang
Banyak Galian C di Kabupaten Sergai, Tapi Cuma 8 yang Punya Izin, Sisanya Gaib?
Keberadaan galian C atau tambang di Kabupaten Sergai tumbuh subur bak jamur di musim penghujan
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Array A Argus
"Pemberian Perizinan dilaksanakan melalui aplikasi Online Single Submisson (OSS) berdasarkan PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko," ujarnya.
Baca juga: Warga Desa Silau Rakyat Bersyukur, Galian C Ilegal yang Merusak Jalan Berhenti Beroperasi
Tambang Ilegal Marak, Warga Protes
Maraknya kegiatan pertambangan menyasar sejumlah lokasi mulai dari aktivitas pengerukan bebatuan sungai, pasir, hingga tanah timbun untuk keperluan proyek pembangunan.
Menurut informasi yang diterima Tribun, lokasi pertambangan ini tersebar dibeberapa lokasi seperti Kecamatan Sipispis, Pegajahan, Dolok Masihul, Sei Rampah, Kecamatan Tebingtinggi dan sejumlah titik lainya.
Hal ini pun banyak mengundang protes warga, selain merusak jalan, aktivitas tambang ini juga merugikan warga setempat.
Baca juga: Truk Galian C Ilegal Bikin Jalan Provinsi Hancur Lebur, Pemerintah Bertindak Tunggu Laporan
Seperti yang terjadi di Kecamatan Sipispis pada Senin (16/1/2023) lalu. Warga di Desa Naga Raja memberhentikan truk pengakuan baru yang mengeruk sungai Bah Bolon. Warga protes karena galian tersebut ilegal dan merusak jalan Desa.
Kejadian sama juga pernah terjadi di Desa Silau Rakyat Kecamatan Sei Rampah. Aktivitas ratusan truk galian tanah timbun tidak hanya membuat jalan rusak, namun juga membuat debu dan lumpur.
Menanggapi hal tersebut, Manajer Kajian dan Advokasi WALHI Sumatera Utara, Putra Saptian mendorong pemerintah agar melakukan investigasi terkait banyaknya aktivitas tambang ilegal.
Dia mengatakan, aktivitas tambang ilegal pasti berpartisipasi pada kerusakan lingkungan.
Baca juga: Warga Dusun Cempedak Sergai Protes, Jalan Hancur dan Banyak Debu Akibat Aktivitas Galian C Ilegal
"Karena sering kali aktivitas seperti ini tidak memperhatikan dampak lingkungan. Seperti daya tampung dan daya dukungan galian C yang tentu merusak sepadan sungai. Jadi kita mengukur komitmen memulihkan alam dengan mendorong pemerintah untuk melakukan investigasi soal itu," ujar Putra.
Dia menambahkan, pengerukan sungai tanpa disertai dokumen yang lengkap harus diberantas.
Pemerintah katanya harus berpedoman pada UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"Dampak bisa melihat di dalam uu 32 tahun 2009 apakah norma norma pembangunan berpegangan pada prinsip pencegahan kerusakan lingkungan, pemanfaatan, pemeliharaan dan penegakkan hukum," kata Putra.
"Misalnya pemerintah harus melihat apakah dampak pembangunan berimplikasi terhadap lingkungan hidup. Jangan atas nama pembangunan pemerintah tidak melihat masyarakat dan implikasinya tanpa ada pemulihan kawasan," tutur Putra.
Putra menyebutkan, gaungan pembangunan proyek strategis nasional yang banyak dilaksanakan di daerah sering kali menjadi alasan pembukaan galian C secara serampangan.
Hal ini berimplikasi terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar yang justru tidak mendapatkan manfaat dari hal tersebut.