Catatan Sepakbola
Liga 1 Masalah Liga 2 Berhenti, La Nyalla Mau Jadi Ketua Lagi: Kelucuan Manakah yang Kau Dustakan?
Jika demikian faktanya, kenapa PSSI berani mengatasnamakan klub kontestan untuk menghentikan kompetisi? Sampai di sini, muncul satu lawakan lagi.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Randy P.F Hutagaol
ADA banyak film komedi hebat, dalam arti benar-benar mencecarkan kelucuan, tapi tiap kali muncul pertanyaan perihal mana yang terhebat, semacam daftar sepuluh teratas, maka saya akan selalu memasukkan Dumb and Dumber.
Produksi 1994, Dumb and Dumber berkisah perihal Lloyd Christmas dan Harry Dunne (dibintangi Jim Carrey dan Jeff Daniels), dua laki-laki idiot yang berkendara melintasi negara bagian di Amerika Serikat.
Tidak ada filosofi yang besar-besar di sini. Katakanlah seperti dalam Blazing Saddles (1974), Annie Hall (1977), Groundhog Day (1993), atau The Big Lebowski (1998). Tidak ada. Premis Dumb and Dumber hanya keluguan. Mereka melintasi jalanan Amerika, mengendarai mobil van butut, untuk mengembalikan tas [berisi uang] yang tak sengaja ditinggalkan pemiliknya.
Barangkali karena ini pula kelucuan yang lahir pun sama lugunya. Juga celetukan-celetukan. Lugu, tapi cerdas, dan oleh sebab itu jadi menggelitik. ‘According to the map, we've only gone 4 inches!’, atau pertanyaan ‘why are you going to the airport? Flying somewhere?’, atau histeria keheranan Floyd saat membaca kliping berita [dalam pigura] dari satu edisi koran yang terbit 25 tahun sebelumnya: ‘No way! We landed on the moon!’
Namun rasa-rasanya tempat Dumb and Dumber di hati saya bakal goyah. Ada kelucuan lain yang mencuat. Kelucuan absurd, yang bahkan jauh lebih absurd ketimbang ‘Borat! Cultural Learnings of America for Make Benefit Glorious Nation of Kazakhstan’.
Kelucuan ini datang dari sepak bola Indonesia. Persisnya dari PSSI, otoritas sepak bola pimpinan Mochamad Iriawan atawa Iwan Bule. PSSI sebenarnya sudah sering melawak. Namun kali ini kelucuan yang mereka pantik jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Sacha Baron Cohen tidak ada apa-apanya. Apalagi cuma Peter Farrelly, John Landis, Judd Apatow, atau Arizal yang selama hidupnya banyak menyutradarai film-film Warkop itu.
Sekali lagi, tidak ada apa-apanya. PSSI, membuat keputusan yang sangat boleh jadi, apabila Charlie Chaplin masih hidup, akan memunculkan inspirasi baginya untuk membuat film yang bisa lebih hebat dari The Gold Rush atau Modern Times.
Sebagai buntut dari kerusuhan pascapertandingan Liga 1 antara Arema Malang versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan yang menyebabkan 134 orang meninggal dunia (versi suporter Arema lebih dari 300 orang), PSSI melalui Executive Commitee (Exco) meniadakan kompetisi Liga 3 dan menghentikan Liga 2.
Iya, benar sekali, Liga 3 dan Liga 2! Kompetisi yang berbeda, yang sebelumnya cenderung “aman-aman saja”. Adapun Liga 1, tempat di mana masalah berada, justru dilanjutkan. Pertandingan-pertandingan dilanjutkan. Siaran-siaran langsung di televisi dilanjutkan. Penonton boleh hadir di stadion, dan stadion-stadion yang digunakan sebagai venue pertandingan adalah stadion yang itu-itu juga. Stadion-stadion yang tidak sepenuhnya memenuhi standar keamanan yang ditetapkan FIFA.
Dengan kata lain, betul-betul kembali kepada kondisi sebelum kerusuhan terjadi. Bukan itu saja, Liga 1 dilanjutkan dengan dilabeli “status quo”. Hanya ada juara, sedangkan mekanisme degradasi dan promosi dihapus. Artinya, tiga klub terbawah Liga 1, tidak akan jatuh ke Liga 2. Saat ini, dari 17 pertandingan yang sudah dimainkan (sebagian ada yang sudah 18), posisi zona merah (16, 17, dan 18) tersebut ditempati Barito Putra, Dewa United, dan Persik Kediri.
Kelucuan belum selesai. Seperti lelucon yang dihadirkan secara sambung-menyambung nyaris tanpa putus sepanjang film oleh Monty Python, grup lawak Inggris dalam dua masterpiece mereka; Monty Python and the Holy Grail (1975) dan Monty Python’s Life of Brian (1979), PSSI juga menghadirkan lawakan-lawakan lanjutan.
Sebut mereka, keputusan penghentian kompetisi Liga 2 diambil berangkat dari kesepakatan sebagian besar klub kontestan. Klub mana saja? Tidak diterangkan secara terperinci, sampai kemudian, tidak berselisih lama dari pengumuman, di berbagai platform media sosial (terutama Twitter, Facebook, dan TikTok) beredar tangkapan layar dari dua lembar kertas. Lembar pertama yang berlogo ‘Liga 2’ bertuliskan ‘Surat Pernyataan Bersama Klub Liga 2 2022/2023’. Surat ini bertitimangsa 14 Desember 2022.
Adapun lembar kedua dipenuhi tanda tangan dari nama-nama yang mewakili klub. Terdapat nama 18 klub, dengan 13 klub dituliskan dengan ketikan (print) dan 5 lainnya tulisan tangan, yang jika dicermati memiliki tipikal goresan yang sama –apakah dituliskan oleh orang yang sama (?). Dari ke-18 klub ini, hanya kolom PSMS Medan yang kosong. Tidak ada nama, tidak ada tekenan.
Pertanyaannya, ke mana 10 klub lagi? Total kontestan Liga 2 berjumlah 28 yang terbagi ke dalam tiga wilayah. Apakah masih ada lembaran lain yang tangkapan layarnya tidak beredar di media sosial dan nama-nama mereka berada di sana? Atau memang tidak ada? Tidak ada Bekasi City dan Persipura Jayapura yang ketika kompetisi dihentikan masing-masing sedang memimpin klasemen Grup B dan C.
Satu grup lainnya, Grup A, dipimpin PSMS. Manajemen PSMS memastikan mereka memang menolak membubuhkan tanda tangan penghentian kompetisi. PSMS ingin kompetisi dilanjutkan sebab merasa sudah berada on track, berpotensi besar untuk melaju ke Liga 1. Pun Bekasi City dan Persipura.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Finl-FF-Suzuki-Cup-2010_Suporter-Timnas-Indonesia_.jpg)