Perjuangan Teman Autis

Kiprah Teman Autis: Jadi Jembatan Informasi Orang Tua, Ikut Berjuang Patahkan Stigma

Anak-anak autis patut diperlakukan layaknya pada umumnya. Mereka tidak pantas diperlakukan berbeda, apalagi dihina

HO
TEMAN AUTIS - Alvinia Christiany dan rekan sesama relawan yang mencetuskan berdirinya Teman Autis. Teman Autis hadir sebagai jembatan penyalur informasi terintegrasi terkait autism yang dapat dimanfaatkan orang tua dengan anak autis dan masyarakat luas. (TRIBUN MEDAN/HO) 

“Autis itu gangguan perkembangan neurologis dan bukan penyakit. Karena itu penanganannya juga berbeda. Ada anak yang mungkin perlunya terapi. Ada yang tidak perlu terapi tapi perlunya sekolah. Ada yang butuh pendampingan, dan ada juga yang tidak membutuhkan pendampingan. Jadi tergantung kebutuhan anak. Karena itulah website Teman Autis menyajikan direktori lembaga mitra. Melalui website, kami menghubungkan orang tua dengan ahlinya. Mereka bisa berkonsultasi dengan dengan dokter atau psikologi terkait penanganan yang tepat untuk anak autis,” katanya.

LELANG LUKISAN – Lelang lukisan dilakukan Teman Autis untuk mendanai operasional komunitas. (TRIBUN MEDAN/HO)
LELANG LUKISAN – Lelang lukisan dilakukan Teman Autis untuk mendanai operasional komunitas. (TRIBUN MEDAN/HO) (HO)

Kembangkan Layanan Konseling Daring

Alvinia dan relawan lainnya di Teman Autis terus mengembangkan website Teman Autis. Tak hanya sebatas direktori, website Teman Autis sejak enam bulan terakhir menyediakan layanan konseling daring. Ratusan lembaga yang selama ini menjadi bagian dari direktori diajak berkolaborasi mengisi layanan tersebut.

“Layanan konseling daring ini semakin mendekatkan orang tua anak autis dengan ahli-ahli yang sudah menjadi mitra. Dengan konseling, orang tua dan ahli dapat berkomunikasi terkait penanganan anak autis dan informasi lainnya. Solusi-solusi yang dibutuhkan juga dapat diberikan secara cepat dan tepat,” kata Alvinia.

Selain layanan konseling daring, Teman Autis juga rutin melakukan webinar dengan mengundang narasumber yang ahli di bidangnya. Webinar ini biasanya dilakukan dengan melihat statistik artikel seperti apa yang banyak dibaca atau dicari di website. Pengalaman Teman Autis, kata Alvinia, informasi yang banyak dibaca dan dicari lebih kepada edukasi bagaimana membesarkan anak autis.

“Misalnya teknik mengajarkan anak autis agar bisa ke toilet secara mandiri atau bagaimana menghadapi anak autis yang tantrum. Nah, kami mengajak mitra Teman Autis yang dapat membawakan topik tersebut. Webinar-webinar ini menjadi edukasi yang dibutuhkan orang tua agar mereka dapat mendampingi anak-anak mereka dalam kehidupan sehari-hari,” terang Alvinia.

Tantangan: Pendanaan, Mencari Mitra hingga Membagi Waktu

Beberapa tantangan dihadapi Teman Autis dalam menjalankan programnya. Menurut Alvinia, sejak awal berdiri hingga saat ini mereka masih mengandalkan pendanaan secara mandiri yang bersumber dari personel Teman Autis. Dana ini awalnya digunakan untuk pengembangan website. Seiring waktu, mereka pun mendapat sumber dana lainnya dari sejumlah donatur tidak mengikat dan hasil dari lelang lukisan. “Tapi mayoritas dananya secara mandiri,” katanya.

Tantangan selanjutnya adalah mencari mitra untuk diajak berkolaborasi dalam program-progam Teman Autis. Di awal-awal, kata Alvinia, pihaknya sangat sulit mencari mitra. Salah satu penyebabnya, sebagai komunitas baru, tentu saja tidak mudah bagi lembaga-lembaga untuk mau menjadi mitra.

“Banyak mitra yang kami ajukan permohonan tidak merespon. Ketika kami ajak bertemu tidak ditanggapi. Begitu pun kami tidak berhenti dan terus menyebarkan informasi sekaligus mengajukan permohonan. Syukurnya banyak lembaga yang konsern terhadap autisme, jadi setiap hari ada saja lembaga yang kami ajukan permohonan. Akhirnya ada lembaga yang mau bermitra. Setiap minggu jumlahnya terus bertambah,” ujarnya.

Tantangan lainnya adalah sumber daya manusia. Saat ini ada 13 personel di Teman Autis dan berdomisili di DKI Jakarta dan Tangerang. Diakui Alvinia, ke-13 personel ini sangat terbatas untuk memfasilitasi semua program Teman Autis, apalagi personel tersebut juga mempunyai pekerjaan utama di luar Teman Autis.

Kalau ditanya apakah jenuh mengurus Teman Autis, Alvinia mengaku, para personel tidak jenuh. Hanya saja, mereka terkadang kesulitan membagi waktu antara pekerjaan utama dengan mengurus Teman Autis.

“Tapi kami sudah berkomitmen, semampu yang kami bisa, Teman Autis harus terus berjalan. Sedapat mungkin kami sering berdiskusi untuk mencari jalan keluar terhadap masalah-masalah yang muncul di Teman Autis. Saling mendukunglah. Sesekali, sleuruh personel gathering agar semangat tetap terjaga,” kata perempuan yang bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta ini.

Teman Autis
RAIH PENGHARGAAN – Alvinia Christiany mewakili Teman Autis menerima penghargaan 13th SATU Indonesia Awards tahun 2022 pada kategori kelompok. (TRIBUN MEDAN/HO)

Berharap Cakupan Lebih Luas

Unikidsautisma adalah satu dari ratusan lembaga yang menjadi mitra Teman Autis. Psikolog sekaligus pendiri Unikidsautisma, Ayuna Eprilisanti mengatakan, pihaknya menyambut baik kolaborasi dengan Teman Autis yang sudah berjalan hampir enam bulan. Ayuna memutuskan menjadi mitra Teman Autis berangkat dari keinginannya untuk ikut memberikan informasi tentang autism dan penanganan anak-anak autis.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved