Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Teringat Duel-duel Klasik
Piala Dunia 2022 kembali ke “setelan pabrik”. Kecuali Maroko, tujuh tim lain yang lolos ke babak perempat final adalah tim yang sejak awal diunggulkan
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Kalimat ini langsung disergah Jek Buntal. Menurut Jek, pemain-pemain Inggris tak kalah jempolan. “Ini bintang lawan bintang. Kualitasnya sebelas dua belas dan karena itu mental jugak yang jadi penentu. Dan kurasa, mental pemain-pemain Inggris tak kalah dari Prancis,” ujarnya.
“Setuju aku,” kata Lek Tuman menimpali. “Cumak satu yang bikin aku agak kembut. Ngeri-ngeri sedap! Harry Maguire! Kalok penyakitnya datang, gawat kali, bisa dilibasnya gawang sendiri.”
Pembahasan terus memanjang. Dua laga lain, Brasil versus Kroasia dan Maroko kontra Spanyol belum terbilang laga klasik. Brasil baru empat kali bertemu Kroasia.
Brasil mendominasi dengan torehan tiga kemenangan dan satu kali imbang. Kemenangan terakhir Brasil diperoleh di laga uji coba internasional pada 3 Juni 2018. Gol-gol dilesakkan Neymar dan pemain yang tidak dibawa ke piala dunia kali ini, Roberto Firminho.
Adapun Maroko dan Portugal termasuk yang paling jarang bertemu. Baru dua kali, dan keduanya di kancah Piala Dunia, masing-masing pada Piala Dunia 1986 dan 2018. Mereka bergantian menang.
Tahun 1986, Maroko menggasak Portugal 3-1, sedangkan pada Piala Dunia 2018, pada 20 Juni, ganti Portugal menang 1-0.
“Maroko sedang semangat-semangatnya ini,” ucap Leman Dogol. “Aku, kok, ya feeling orang ini bisa bikin kejutan lagi.”
Maroko telah sampai di perempat final dan menyamai rekor Kamerun (1990), Senegal (2002), dan Ghana (2010). Dari ketiga negara ini, Ghana sudah berada dalam jarak paling dekat dengan fase empat besar. Kontra Uruguay, ketika skor 1-1 sepertinya akan bertahan, Ghana mendapatkan satu peluang bagus di penghujung laga.
Dalam kemelut di kotak penalti Uruguay, sundulan Dominic Adiyiah yang meluncur ke gawang kosong diblok menggunakan tangan oleh Luiz Suarez. Wasit mengusir Suarez dan memberikan penalti untuk Ghana. Sungguh sayang, penalti itu gagal berbuah gol. Tendangan Asamoah Gyan melambung melewati mistar gawang.
“Keren memang main Maroko waktu lawan Spanyol. Cumak nggak bisa lagi mereka main kayak gitu. Portugal bukan Spanyol. Mereka nggak main oper sana oper sini lupa nyetak gol. Tengok, lah, pas main lawan Swiss itu. Ada peluang sikit, gas,” ujar Mak Idam.
“Apalagi kalok Ronaldo nggak main, ya, Mak,” timpal Sangkot. “Makin paten. Berani jugak Santos itu nyadangin Ronaldo.”
Perihal Ronaldo ini kemudian memunculkan pembahasan baru. Sebagian mendukung ucapan Sangkot. Sebagian lagi tidak. Zainuddin menyebut, Fernando Santos belum tentu akan mengulang strateginya. Boleh jadi, melawan Maroko, dia justru mengambalikan Ronaldo ke starting line up.
“Jadi intinya tengok-tengok lawan, lah. Pas jumpa Swiss, mungkin Ronaldo akan jadi pengganggu di depan karena sistem pertahanan Swiss yang rapat. Maroko mungkin beda. Ada peluang bagi pemain seperti Ronaldo untuk menusuk jauh ke dalam kotak 16. Dengan akselerasinya, untung-untung bisa dapat penalti,” katanya.
Detik berselang, Sudung dan Sangkot, juga Jek Buntal, berteriak nyaris serentak. “Penaldooo!” (t agus khaidir)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/bolaklasik1.jpg)