Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Teringat Duel-duel Klasik
Piala Dunia 2022 kembali ke “setelan pabrik”. Kecuali Maroko, tujuh tim lain yang lolos ke babak perempat final adalah tim yang sejak awal diunggulkan
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Bagaimana kali ini? Kubu terbagi dua. Leman Dogol, Mak Idam, dan Sudung menjagokan Belanda, sedangkan Tok Awang, Lek Tuman, Sangkot, dan Jek Buntal pegang Argentina. Jontra Polta mengambil jalan tengah. Ia memperkirakan pertandingan berkesudahan imbang di 2x45 plus babak tambahan.
“Pertandingan ke adu penalti dan Belanda yang menang. Noppert jadi pahlawan seperti Yassin Bounou,” katanya.
Penjaga gawang Maroko, Yassin Bounou menjadi isu global pascamenunjukkan kecemerlangan di laga perdelapan final kontra Spanyol. Menakjubkan sepanjang waktu normal, Bounou mencatat tiga penyelamatan sensasional di babak adu penalti.
Dibanding Bounou, kisah Andries Noppert lebih menarik. Lebih dramatik. Nama Bounou memang tidak setenar Alisson Becker misalnya. Tidak sementereng Thibaut Courtois, atau Gianluigi Donnaruma dan David de Gea yang tak mentas di Piala Dunia. Namun setidak-tidaknya dia bermain untuk klub-klub besar dan mendapatkan peran penting di sana.
Noppert tidak. Dia kiper “antah barantah”, kiper yang bertualang dari klub kecil yang satu ke klub kecil lain, dan hampir semuanya dengan peran yang juga sangat minim. Noppert bahkan pernah dua musim menganggur lantaran tak ada klub yang mau memakai jasanya.
Sampai kemudian di awal musim ini, klub masa remajanya Heerenveen, “menariknya pulang”, dan entah bagaimana, Noppert tiba-tiba menjadi “sakti”.
“Sekali dikasih kesempatan main, gawangnya nggak kebobolan. Terus di pertandingan berikutnya enggak kebobolan jugak. Sampai 14 pertandingan, dia jadi pemain inti terus. Louis van Gaal yang sedang kebingungan carik kiper langsung terpesona. Tahu kelen, waktu lawan Ekuador, itulah caps pertama Si Noppert ini,” kata Jontra Polta.
“Biasanya kalok kiper yang kayak gini lucky-nya akan keterusan,” ujar Mak Idam pula. “Ingat kelen dulu ada kiper Argentina namanya Goycochea. Sebelum Piala Dunia 1990, enggak ada yang sebut-sebut namanya. Kenal jugak enggak. Lalu tiba-tiba Pumpido cedera, dia main, dan sejak itu gawang Argentina payah dibobol lawan.”
Sergio Javier Goycochea, 26 tahun waktu masuk skuat pilihan Carlos Bilardo ke Italia. Dibanding Nery Pumpido tentu dia bukan siapa-siapa. Pumpido alumnus dua piala dunia sebelumnya di Spanyol 1982 dan 1986. Di level klub, Pumpido mengawal gawang klub Liga Spanyol Real Betis.
Goycochea sendiri baru mencatat satu caps. Setelah enam musim bermain untuk Riverplate, pada musim 1988-1989, dia terbang ke Kolombia untuk memperkuat klub bernama Millonarios.
Perbandingan ini membuat penempatan Goycochea sebagai penghangat bangku cadangan terasa wajar. Namun nasib kemudian berkata lain. Kontra Uni Soviet di pertandingan kedua, Pumpido mengalami patah tangan saat laga baru berjalan 11 menit. Goycochea masuk. Argentina menang di laga itu, lalu imbang di laga selanjutnya melawan Rumania, dan pasukan Tango melaju ke putaran kedua dengan status sebagai peringkat tiga terbaik.
“Kesaktian” Goycochea makin nyata di fase gugur. Argentina yang kelewat beruntung berturut-turut menyingkirkan Brasil, Yugoslavia, dan Italia. Dua yang terakhir lewat adu penalti, dan Goycochea mengadang tiga eksekutor Yugoslavia dan dua Italia.
“Noppert bisa saja mengekor jejak Goycochea, tapi jangan kalian lupa faktor Lionel Messi,” kata Zainuddin. “Dia sedang on fire. Sulit menghentikan Messi dalam situasi seperti ini.”
“Pemain-pemain Belanda jugak nggak kalah ngeri, Pak Guru,” sahut Sudung. “De Jong, Van Dijk, Noppert. Jangan lupa ada Gakpo dan Memphis Depay. Belanda sedang gacor-gacornya. Nggak ada celahnya. Mirip-mirip Prancis, lah.”
Selain Belanda, Sudung menjagokan Prancis untuk lolos ke empat besar. Pertimbangannya adalah komposisi lini per-lini yang solid. Ini membuat, bilang Sudung, statistik bisa dikesampingkan.
“Prancis sama Inggris ini udah sering main. Kalok tak silap ada 31 kali. Inggris menang 17 kali dan Prancis cumak sembilan kali. Yang terakhir menang itu di uji coba, tahun 2017. Udah agak lama. Pemain-pemainnya pun udah banyak yang ganti. Sekarang Prancis lebih paten-paten pemainnya,” ucap Sudung.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/bolaklasik1.jpg)