Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Football is Coming Home dalam Bisik-bisik
Entah masih terkenang-kenang pada dua kegagalan tersebut, kali ini, kalimat 'Football is Coming Home' tidak lagi terdengar menggelegar.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Ayu Prasandi
"Inggris ini sebelumnya selalu pergi ke Piala Dunia dengan pemain-pemain bintang. Bahkan pernah super bintang. Ingat kelen di eranya John Terry, Gerrard, Lampard, Beckham, Rooney? Itu dari depan sampai belakang bintang semua. Bisa dibilang dream team, ya, gagal juga.
Sekarang bintang juga, memang, tapi bintang-bintang jambu. Bintang, tapi gak bintang-bintang kali. Bolak-balik kenak bully netizen macam Sterling, Grealish, Foden. Apalagi Maguire itu, lawak-lawak kali meme-nya di medsos," ucapnya diikuti tawa berderai.
Gareth Southgate, Pelatih Kepala Tim Nasional Inggris, sebenarnya bekerja sangat bagus. Setidaknya sampai laga ketiga fase grup Piala Dunia 2022, Inggris menunjukkan performa yang stabil. Permainan yang sederhana tapi jelas arahnya.
Namun di lain sisi, Inggris juga punya masalah besar. Mereka tidak punya pemain kreatif yang bisa mengubah permainan di saat serangan-serangan mengalami kebuntuan.
Ini terlihat jelas kala Inggris bentrok dengan Amerika Serikat. Jude Bellingham dan Declan Rice piawai menjaga kedalaman dan menjadi jembatan antara lini depan dan belakang, tapi Sterling dan Bukayo Saka masih mudah goyah tatkala mendapatkan tekanan. Pun Mason Mount yang belum bisa diharap banyak.
"Pas lawan Wales, Southgate menurunkan tiga gelandang yang sama-sama kuat. Bellingham, Rice, dan Handerson. Kuat, memang, tapi tak kreatif, dan ini kayaknya agak berat kalok diturunkan Southgate lawan Senegal. Pemain-pemain Senegal ini kuat, ngotot, teknik tinggi pulak. Kalok nggak hati-hati bisa putus Inggris ini," ujar Mak Idam lagi.
"Senegal tanpa Mane ternyata tetap ngeri," sahut Tok Awang dari balik steling.
Senegal memainkan sepak bola kolektif. Mereka hanya kalah dari Belanda. Itu pun gol baru datang di menit 84 --dan satu lagi di menit 99-- saat Senegal memforsir serangan hingga pertahanan mereka jadi longgar.
"Sempat stres jugak Belanda dibikin orang tu. Macam mau ngebobol tembok. Inggris harus belajar dari cara main Belanda kalok mau menang," ujar Tok Awang.
"Eh, dari tadi cumak Inggris yang kelen bahas, cemana Prancis?" tanya Leman Dogol tiba-tiba. Leman duduk di sudut kedai bersama Jontra Polta. Tetangga Leman sedang mencari mobil bekas tahun tinggi dengan harga bersahabat.
Mak Idam langsung menyergap. "Ah, Prancis gak usah dibahas. Udah pasti menang itu," katanya.
Menurut Mak Idam, Prancis, jika bermain "sungguhan" dan menurunkan skuat utama, bukanlah lawan yang sepadan bagi Polandia yang hanya mengandalkan Robert Dewandowski.
"Dari semua tim yang masuk 16 Besar, Polandia yang menurutku yang paling bapuk. Kalok ada yang boleh dibilang lolos karena beruntung ya Polandia ini," bilangnya.
Polandia lolos sebagai runner up grup. Di laga terakhir, mereka kalah 0-2 dari Argentina, tapi akhirnya tetap.lolos lantaran Arah Saudi, yang pada dasarnya cuma butuh hasil imbang justru kalah dari Meksiko. Saudi menyelesaikan laga grup dengan empat poin dan agregat -1. Adapun agregat Polandia adalah 0, memasukkan 4 kebobolan 4.
Pertandingan versus Argentina dan Meksiko, sebut Mak Idam, menunjukkan kelas Polandia. Mereka belum berada di level yang sama dengan negara-negara besar sepak bola, termasuk Prancis.
Dalam hitung-hitungan di atas kertas, lebih lengkap ketimbang Argentina. Andrien Rabiot yang tadinya diragukan sebagai kreator, ternyata mampu memimpin lini tengah Les Blues --julukan Tim Nasional Perancis-- bersama-sama Aurelien Tchoumeni.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/MELOMPAT-Pemain-Tim-Nasional-Perancis-Kylian-Mbappe.jpg)