Politik Gender Inklusif di Indonesia: progress and challenges
Indonesia memperkenalkan politik gender inklusif untuk mencapai kesetaraan gender (gender equality) dan pemberdayaan perempuan (women emperwoment).
TRIBUN-MEDAN.COM - Politik gender inklusif atau politik yang membuka ruang yang seluasnya-luasnya untuk merangkul dan mengayomi seluruh lapisan tanpa melihat gendernya kini menjadi goals bersama dalam dunia politik di Indonesia. Dalam berbagai forum internasional, Indonesia juga memperkenalkan politik gender inklusif untuk mencapai kesetaraan gender (gender equality) dan pemberdayaan perempuan (women emperwoment).
Salah satu forum yang menjadi tempat indonesia memperkenalkan pembangunan politik gender inklusi ini adalah The 8th G20 Parliamentary Speakers’ Summit' (P20) yang sudah dimulai sejak Kamis (6/10/2022). Dalam diskusi sesi ke-4 dalam rangkaian KTT P20, Ketua DPR RI, Puan Maharani memimpin diskusi tentang ‘Inklusi Sosial, Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan',
“Upaya ini harus tercermin dalam setiap proses pengambilan keputusan dalam struktur sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Pendidikan merupakan pintu pertama peningkatan literasi, keterampilan dan keahlian, partisipasi politik, serta kesadaran terhadap kesehatan kaum perempuan,” kata Puan di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Jumat (7/10/2022).
Menurut Puan, banyak perempuan terhalang dari partisipasi politik, akses ekonomi dan pendidikan, hingga jaminan keamanan dan kesehatan. Karenanya, peran penting perempuan sebagai ‘agen perubahan’ di bidang ekonomi, sosial dan budaya dirasa perlu terus diupayakan. Ia menilai, pendidikan juga berperan penting dalam membangun kesadaran kesetaraan gender. Selain itu, kata Puan, pendidikan sangat berperan terhadap penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
“Partisipasi politik perempuan tentu sangat penting dalam pelindungan perempuan dari diskriminasi dan kekerasan, termasuk penyelundupan dan perdagangan orang. Selain sektor prioritas tersebut, perempuan juga merupakan bagian integral dari pemberdayaan komunitas yang efektif dan berkelanjutan,” terangnya.
Namun seperti apa politik gender inklusif di Indonesia?
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra menyampaikan bahwa sangat beragam tantangan yang dihadapi untuk menghasilkan politik gender inklusif di Indonesia, meskipun sekarang kondisi politik yang lebih berpihak pada perempuan sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
"Kita sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, tapi masih banyak yang harus kita ubah. Ini bukan pekerjaan mudah dan dibutuhkan kerja keras dari semuanya. Karena politik gender yang inklusif ini sangat besar manfaatnya bagi pembangunan kesetaraan gender, yang selama ini masih sangat jauh timpang," ujarnya kepada Tribun Medan di Universitas HKBP Nommensen, Rabu (5/10/2022).
Wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Tidar (sayap pemuda partai Gerindra) ini bercerita bahwa tantangan untuk mewujudkan politik gender yang inklusif di Indonesia sudah tersistem, namun kita tak boleh berpangku tangan dan membiarkan sistem tersebut menggerogoti perjuangan selama ini. "Kita Harus punya keberanian merubah sistem tadi," ujarnya.
Ibu tiga anak yang akrab dipanggil Sarah ini menyampaikan pengalamannya saat masih menjabat sebagai anggota DPR RI Periode 2014-2019 dalam mendorong politik gender inklusif. Saat itu dia Tengah memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang kini Jadi UU RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Jadi UU Tindak Pidana Kekerasan seksual.
"Saat mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang untuk melindungi perempuan Indonesia, saya malah mendapat penentangan dari sesama perempuan yang duduk di parlemen. Saya malah dituduh menerima suap karena getol sekali memperjuangkan hal ini. Padahal kita berjuang untuk melindunginya sebagai perempuan melalului undang-undang tersebut," ujarnya.
Selain itu saat memperjuangkan UU RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Jadi UU Tindak Pidana Kekerasan seksual dia juga harus berhadapan dengan anggota dewan yang perspektif pemikirannya sangat jauh tertinggal soal usia pernikahan perempuan.
"Bayangkan waktu itu saya juga harus berhadapan sama rekan se partai, dia berargurmen, bahwa ibunya masih sehat meski menikah saat masih berusia 14 tahun. Padahal itu secara kesehatan reproduksi bukan usia ideal untuk menikah. Penelitian pun sudah membuktikan bahwa menikah di bawah 20 tahun sangat rentan," ujarnya.
Tantangan Politik Gender Inklusif
Indonesia sudah membuka ruang yang luas untuk perempuan untuk terlibat dalam politik. Kuota 30 persen pun disiapkan untuk perempuan. Namun untuk mencapai kuota masih jauh dari kata Ideal. Dimana keterwakilan perempuan di DPR RI baru mencapai 20 persen.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Meryl-dan-Sarah.jpg)