Sumut Terkini
Aparat Gabungan Terlibat Gesekan dengan Masyarakat Adat Sihaporas, Dua Ibu Alami Luka-luka
Tujuan dari pihak aparat keamanan mau membuka blokade masyarakat adat dan meninjau pembibitan TPL.
Penulis: Alija Magribi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, SIMALUNGUN- Masyarakat Adat Sihaporas di kawasan Danau Toba, terlibat gesekan dengan Tim Gabungan berisi Polres Simalungun, Kodim 0207/Simalungun dan Satpol-PP Kabupaten Simalungun di Kawasan Hutan Tanaman Industri PT Toba Pulp Lestari atau PT TPL, yang juga merupakan kawasan hutan milik masyarakat adat, Senin (22/8/2022).
Ihwal terjadinya gesekkan tersebut bermula pada Pukul 12.00 WIB, yang mana masyarakat adat dari Lembaga Adat Keturnan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) melihat ada 20-an mobil polisi dengan tentara memasuki wilayah adat, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.
Belakangan, sebanyak 250 aparat keamanan mendatangi masyarakat adat Sihaporas yang berjaga di wilayah adat Buttu Pangaturan, Pamatang Sidamanik, Simalungun.
Turut hadir pula Kapolres Simalungun Ronal Sipayung, Dandim 0207/Sml Letkol Hadrianus Yossi Suherman.
Tujuan dari pihak aparat keamanan mau membuka blokade masyarakat adat dan meninjau pembibitan TPL.
Namun warga menolak sebelum ada pengakuan wilayah adat Sihaporas. Tepat, Pukul 13.00 WIB, Pihak kepolisian memaksa masuk dan masyarakat menolak sehingga terjadi dorong mendorong antara masyarakat adat dengan aparat keamanan.
Bahkan Polisi memberi tembakan peringatan ke atas, sehingga ada kaki perempuan adat terkena peluru karet atas nama Juliana Siallagan (48 Thn) dan ada seorang ibu Maulina Simbolon (34 Thn) pingsan dikarenakan situasi dorong mendorong.
Baca juga: Polres Toba Lakukan Pengamanan Unras Gerakan Tutup TPL
Pukul 15.00 WIB, Pihak kapolres Simalungun, Dandim, mewakili Staf Gubernur meminta negoisasi untuk meninjau lokasi pembibitan eukaliptus milik PT TPL, warga menyetujui permintaan tersebut, namun dengan syarat, pihak PT TPL tidak boleh melanjutkan aktivitas di wilayah adat Sihaporas.
Pukul 15.40 WIB – sekarang, sampai sekarang masyarakat adat Sihaporas masih bertahan di lokasi wilayah adat, melarang aktivitas TPL di wilayah adat termasuk tidak mengizinkan pihak aparat keamanan untuk melihat lokasi pembibitan.
Tanah adat Sihaporas merupakan warisan Tuan Sihaporas Ompu Mamontang Laut Ambarita yang memiliki nama kecil Martua Boni Raja Ambarita.
Tanah ini sudah ditingglali 11 generasi.
Pada tahun 1913, tanah adat Sihaporas dipinjam paksa penjajah Belanda untuk ditanami pohon pinus.
Status tanah ini kemudian diakui Belanda dengan terbitnya peta Enclave tahun 1916, atau 29 tahun sebelum Indonesia merdeka.
"Kami bukan penyerobot lahan. Kami mempertahankan tanah leluhur kami. Kami sudah berjuang ke pemerintah pusat, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, katanya kami perlu ke Pemkap Simalungun. Kami ke Pemkab Simalungun, katanya tanah adat urusan pemerintah pusat. Jadi kami merasa dipermainkan,"ujar Wakil Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Mangitua Ambarita atau Ompu Morris.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Masyarakat-Adat-Sihaporas-terlibat-gesekan-dengan-Tim-Gabungan.jpg)