News Video
Perajin Cetakan Sepatu Ery butuh Perhatian Pemko Medan agar Dapat Membantu Membeli Mesin Produksi
Geliat UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) paska pandemi Covid-19 mulai berangsur normal, seperti Perajin Cetakan Sepatu Kayu Ery
Penulis: Abdan Syakuro | Editor: Fariz
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Geliat UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) paska pandemi Covid-19 mulai berangsur normal, seperti Perajin Cetakan Sepatu Kayu Ery yang beralamat di Jalan Bromo Gang Panjang 2 Nomor 5, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Jum'at (5/8/2022).
Perajin cetakan sepatu berbahan kayu yang masih konvensional ini mampu bertahan paska pandemi Covid-19 yang banyak membuat para pelaku UMKM menjadi lesu sampai usahanya tutup.
Perajin Cetakan Sepatu Kayu Ery yang mempunyai nama lengkap Ery Chania Fazzelan (50) menuturkan awal mula belajar menjadi perajin cetakan sepatu berbahan kayu dari tahun 1995.
"Dulunya bermula dari kakek dari mamak yang menjadi perajin cetakan sepatu berbahan kayu dari tahun 1995. Cuma dulu dikampung menjadi perajin tidak mau belajar, karena dulu pernah kerja di RPH (Rumah Potong Hewan) dari pagi ke siang, kemudian pulang dari kerjaan mengisi waktu kekosongan dengan duduk-duduk melihat kakek bekerja," ujar Ery.
Ery mengaku setelah melihat-lihat kakeknya bekerja sebagai perajin cetak sepatu berbahan kayu, ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan sebelumnya.
"Awalnya saya tidak mau jadi perajin cetak sepatu, cuma setelah melihat-lihat jadi suka. Kemudian memutuskan berhenti bekerja di RPH dan memberanikan diri untuk fokus membuka usaha sendiri ditahun 2012, uda 10 tahun la menekuni cetakan sepatu kayu ini dengan mempekerjakan sebanyak 4 pegawai," tuturnya.
Ia mengaku kini hanya tinggal 2 kelompok yang bertahan menjadi perajin sepatu berbahan kayu.
"Dulu kan banyak perajin cetakan sepatu ini, uda pada ada yang meninggal, ada yang sudah tua tidak sanggup kerja, sementara yang belajar untuk meneruskan usaha itu tidak ada, jadi kami tinggal 2 kelompok yang masih bertahan," ujar Ery.
Ery mengatakan ada beberapa tahapan dalam memproduksi cetakan sepasang sepatu berbahan kayu.
"Ada beberapa tahapan dalam membuat cetakan sepatu seperti yang pertama bentuk dasar yaitu membelah kayu laban sampai kelihatan bentuk dasarnya, tahapan kedua menyamakan sepasang cetakan sepatu kiri dan kanan supaya tidak ada yang beda, kemudian yang ketiga masuk finishing yaitu pengikisan atau penghalusan serta dinomori setiap cetakan sepatunya dan ditempelin dengan nama brandnya serta dikasih plitur kayu supaya licin," ujar Ery.
Ia mengaku dalam sehari produksi dengan lima orang pekerja bisa mencapai lima belas atau enam belas pasang cetakan per hari.
"Pesanan meningkat dari tahun ke tahun, bahkan kami tidak sanggup untuk memenuhinya, jadi kalo ada mesin produksinya bisa lebih cepat untuk pengerjaan serta hasil produksi dalam sehari bisa meningkat," tuturnya.
Ery mengatakan bahan baku cetakan sepatu berbahan kayu berasal dari Langsa.
"Bahan baku kita dari kayu laban yaitu kayu yang berasal dari Langsa, Kabupaten Aceh Timur. Masyarakat sekitar menyebutnya kayu kampung, bukan kayu ditanam tapi kayu yang tumbuh sendiri tanpa bibit. Kayu ini juga termasuk kayu yang digunakan untuk membuat kapal atau sampan," ujar Ery.
Ia mengatakan untuk harga jual kisaran Rp 130-150 ribu untuk sepasang cetakan sepatu tergantung ukuran dan bentuk.