Kisah Putri Azza, Padahal Ayahnya Raja Terkenal, Kawin Lari dengan Pelayan, Terpaksa Ganti Nama

Putri Azza lahir di Istanbul pada tahun 1905, sebagai anak tertua Raja Faisal, seorang Pangeran yang tinggal di istana yang menghaap Bosphorus.

newofnews
Putri Azza binti Faisal, putri keluarga Kerajaan Irak, yang kawin lari dengan kekasihnya yang adalah pelayannya. 

Suaminya adalah seorang pria sederhana, tidak berpendidikan, tidak memenuhi syarat untuk pekerjaan yang akan menjamin kehidupan yang layak bagi mereka.

Azza meninggalkan sepucuk surat untuk saudara perempuannya yang ditulis dalam bahasa Inggris, mengatakan bahwa dia telah memutuskan untuk berpisah dari keluarga kerajaan untuk menikahi orang yang dicintainya, karena saudara laki-laki dan ibunya pasti tidak akan pernah menerima suami Kristen, apalagi hanya bekerja sebagai pelayan kafe.

Kakaknya itu segea menuju Hotel Atlantik dan ingin bertemu dengan ‘Putri Azza binti Faisal’, tetapi petugas hotel mengatakan tidak ada tamu dengan nama itu, ternyata, Azza check in dengan nama barunya, ‘Anastasia’

Tentu saja, istana Kerajana di Baghdad pun gempar setelah mendengar berita pelarian sang putri.

Sebuah dekrit kerajaan dikeluarkan untuk mengusirnya dari keluarga Hasyim, dan menarik semua gelar dan tunjangan yang telah diterimanya dari Raja Ghazi.

Azza, atau ‘Anastasia’ terus tinggal di Yunani setelah mendapatkan kewarganegaraan Italia dari suaminya, meskipun begitu dia mengalam kemiskinan dan kekurangan, setelah suaminya menyita uang, perhiasa, dan menjualnya dengan harga terendah untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Anastas bepergian dengan Azza ke pulau Siprus untuk mencari pekerjaan, akhirnya berakhir di London, diapun memutuskan berpisah dari Azza pada tahun 1939, sebelum dimulainya Perang Dunia II.

Azza kembali ke Roma, sendirian dan miskin dan tingga di bawah pengawasan intelijen Benito Mussolini, dan menerima gaji bulanan dari pemerintah Italia selama tahun 1940-1944.

Mundurnya pasukan Nazi dan fasis membuat gajinya dipotong, dan Azza hidup sebagai pengemis di jalanan, memohon simpati dan kasih sayang dari warga Arab yang tinggal di Roma, yang memberinya amal karena kasihan, dan menghormati ayah dan kakeknya.

Sementara di Irak, surat kabar dilarang memberitakan putri yang melarikan diri, bahkan tidak ada yang berani menyebutkan namanya dalam dewan Raja Ghazi (yang meninggal pada tahun 1939), atau putranya, Raja Faisal II.

Ketika mengetahui bahwa sepupunya Pangeran ‘Abd al-llah, bupati takhta Irak dan putra Raja Ali (putra tertua Sharif Hussein) berencana mengunjungi London untuk bertemu dengan Perdana Menteri Winston Churchill, Azza pergi ke London dan berdiri di hadapnnya dengan pakaian compang-caping, menangis, dan meratapi kemalangan yang menimpanya.

Azza meminta amnesti dan pengampunan, ‘Abd al-llah, yang merasa kasihan, menawarkan untuk tinggal di Yerusalem dan mengalokasikan sejumlah uang bulanan baginya untuk hidup, dengan syarat dia tidak akan memberi tahu siapa pun nama aslinya.

Azza pergi ke Yerusalem, dan penyaksikan perang 1948 yang menyebabkan aneksasi kota ke Kerajaan Yordania setelah pendudukan Palestina, melansir newofnews.

Dia tidak mendekati pamannya Raja Abdullah atau bibinya Ratu Musbah, namun, secara kebetulan, dia bertemu sepupunya Pangeran Nayef, yang langsung mengenalinya.

Azza memintanya untuk menengahi dengna Raja Abdullah untuk menerimanya di istananya di Amman, dan mengatakan dia menyesali apa yang telah dilakukannya dan ingin kembali ke keluarga Hasyim.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved