Breaking News

Opini Online

Kiev 1240, Kyiv 2022

Baik Kiev maupun Baghdad dikepung dan kemudian ditaklukkan, dihancurkan, penduduknya dibantai oleh para penakluk dari Timur, orang-orang Mongol.

Editor: AbdiTumanggor
afp
Kerusakan gedung di Kharkiv setelah dibombardir Rusia 

Pemilu presiden November 2004 menjadi medan pertarungan itu dan membawa Ukraina ke jurang perpecahan.

Presiden Leonid Kuchma mendukung kandidat pro-Rusia dan didukung Vladimir Putin, yakni PM Viktor Yanukovych.

Lawannya, kandidat pro-Barat didukung kelompok oposisi, Viktor Yushchenko. Hasil pemilu putaran pertama, 31 Oktober, kedua kandidat masing-masing merebut suara 40 persen.

Yanukovych memenangi wilayah Timur, yang sebagian besar penduduknya adalah orang Rusia. Wilayah Barat dan Kiev memilih Yuschenko.

Pada putaran kedua, November, pemerintah menyatakan Yanukovych sebagai pemenang.

Pendukung Yuschenko menuduh ada penipuan dan kecurangan. Mereka menggelar protes massal yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Oranye.

Demonstrasi besar-besaran meletus; Pendukung Yanukovych di timur mengancam akan memisahkan diri dari Ukraina (dan bergabung dengan Rusia; Sekarang Wilayah Luhanks dan Donets sudah memisahkan diri) jika hasilnya dibatalkan.

Putaran ketiga digelar pada 26 Desember. Yuschenko menang, meraih 52 persen suara. Ia mulai 23 Januari 2005, menjadi presiden. Kali ini, Rusia kalah.

Pada pemilu presiden 7 February 2010, kandidat dukungan Rusia, Yanukovych, menang.

Sebagai presiden, Yanukovych segera menunjukkan kecenderungannya yang pro-Rusia. Pada April 2010, ia membuat kesepakatan dengan Presiden Rusia Dmitry Medvedev.

Berdasarkan perjanjian itu Rusia bisa memperpanjang sewa atas pelabuhan di Sevastopol, pangkalan Armada Laut Hitam Rusia, hingga 2042.

Sebagai gantinya, Ukraina akan menerima pengurangan harga gas alam Rusia.

Pertarungan terus berlanjut. Frustasi rakyat terhadap pemerintah yang mengikuti kemauan Rusia, meledak mulai 21 November 2013 dan berakhir 20 Februari 2014, yang disebut sebagai Revolusi Maidan (Lapangan Kemerdekaan sama dengan Taqrir Square di Cairo).

Orang Ukraina lebih suka menyebutnya sebagai Revolusi Martabat; karena lewat revolusi ini martabat mereka sebagai bangsa dipulihkan dengan menyingkirkan presiden yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych.

Revolusi ini berdarah-darah. Menelan 108 korban jiwa.

Setelah revolusi lahir, pemerintah baru berpaling ke Barat dan mencari hubungan lebih dekat dengan Uni Eropa dan NATO.

Tetapi, Rusia terus bergerak dan menganeksasi Krimea pada tahun yang sama. Kebijakan pro-Barat inilah yang sekarang ini menjadi casus belli, pemicu perang, alasan Vladimir Putih mengerahkan pasukannya masuk Ukraina.

Dan, cerita Kiev 1240, berulang pada 2022 ini. Bukan Batu Khan yang menundukkan Kyiv, tetapi Vladimir Putin.

“Razom nas bahato! Nas ne podolaty!” Bersama, kita banyak! Kita tidak dapat dikalahkan!” Teriak penduduk Kyiv di tengah gempuran meriam dan rudal Rusia.

Oleh: Trias Kuncahyono,Wartawan dan Penulis Buku.

Trias Kuncahyono, lahir di Yogyakarta, 1958, wartawan Kompas 1988-2018, menulis sejumlah buku antara lain Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir; Turki, Revolusi Tak Pernah Henti; Tahrir Square, Jantung Revolusi Mesir; Kredensial, Kearifan di Masa Pagebluk; dan Pilgrim.

Sumber: Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved