Dilarang Beroperasi Saat Mudik Lebaran, Sopir Bus Berharap Bantuan Seperti Pekerja Lainnya
Menurutnya pemerintah seharusnya memberikan bantuan seperti pekerja lainnya yang mendapat uang tunai.
Penulis: Fredy Santoso |
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pandemi Covid-19 belum berakhir. Di Indonesia sendiri pemerintah semakin memperketat pengawasan menjelang lebaran idul Fitri tahun 2021, termasuk mudik lebaran yang mulai berlaku pada 22 April-5 Mei 2021 dan 18-24 Mei 2021.
Bahkan pemerintah membatasi kegiatan operasional transportasi darat khususnya bus yang berimbas pada penghasilan perusahaan jasa transportasi tersebut.
Terkait kebijakan pemerintah yang melarang mudik bukan saja dirasakan pemilik bus, tetapi ratusan sopir dan kernet mengalami kesusahan dalam keuangan.
Seperti yang dirasakan salah satu sopir bus antar provinsi PT Antar Lintas Sumatera, Ahmadi Daulani yang setahun ini merasakan pil pahit akibat pandemi Covid-19.
Gaji yang biasa ia terima secara utuh, kini kurang lebih hanya setengah dari biasanya.
Ini adalah kedua kalinya ia dan ratusan sopir lainnya merasakan kelamnya lebaran tanpa penghasilan yang jelas.
Kalau biasanya ia menerima gajih secara utuh ditambah uang tunjangan hari raya. Kini setengah dari itu saja mustahil didapatkan.
Mau tidak mau ia harus mengikuti kebijakan perusahaan dan kesepakatan antara karyawan dan pemilik bus tentang upah.
Perusahaan yang nyaris gulung tikar terpaksa mengambil kebijakan gaji dikurangi setengah supaya karyawannya tidak kehilangan pekerjaan.
"Perusahaan gak bisa gaji karena banyak yang harus dibayar tagihan di bank kan banyak. Mobil yang belum dibayarkan pun banyak. Untuk cicilan mobil saya pun susah bayarnya," katanya saat ditemui di kantor PT ALS, jalan Sisingamangaraja Medan Sumatra Utara pada Selasa (27/4/2021).
Ahmadi menceritakan kalau saat ini hanya bisa berpasrah diri kepada yang kuasa. Sebab ia merasa sudah berusaha semaksimal mungkin dalam bekerja, namun jumlah penumpang yang sepi membuat penghasilannya terus tergerus.
Untuk mencari pekerjaan ditempat baru pun rasanya sudah tidak mungkin. Karena umur yang sudah tua menjadi salah satu alasannya bertahan.
Ia mengisahkan setiap berangkat dari Medan menuju Sumatera Barat penumpangnya tak pernah lagi penuh.
Paling banyak 20 orang, padahal jumlah kursi di dalam bus yang ia kendarai bisa muat lebih dari 50 penumpang.
Sekalipun mereka mendapatkan penumpang lain saat berada di jalanan itupun tak cukup baginya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/ahmadi-daulani-saat-berdiri-di-depan-bus-yang-biasa-ia-sopiri.jpg)