TRI BUN WIKI

TRIBUN-MEDAN-WIKI: Mengenal Maludin Simbolon Seorang Pejuang Kemerdekaan RI asal Tarutung

Pada saat Kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri

Editor: Salomo Tarigan
Sumber: Repro buku 'Kolonel Maludin Simbolon/historia
Maludin Simbolon (kiri) 

Laporan Reporter Tribun Medan/Aqmarul Akhyar

TRI BUN-MEDAN-WIKI.com –

Maludin Simbolon, merupakan seorang pewira berdarah Batak. Ia kelahiran 13 September 1916, di Tarutung, Sumatera Utara dan meninggal dunia pada tahun 2000, dalam usia 84 tahun. Selain, seorang tokoh meliter berpangkat Kolonel,

Ia juga seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.

Tak hanya itu saja, pada saat Kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri

Berdasarkan data Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan (Pussis Unimed), Maludin Simbolon adalah anak laki-laki kedua dari enam orang laki-laki.

Ia memiliki 10 orang saudara, baik laki-laki maupun perempuan. Keluarganya dan dirinya menganut Kristen yang disebarkan oleh die Rheinischen Missionsgesellschaft (RMG) dimana Dr. I. L. Nommensen bekerja.

Ia lahir dari pasangan Julius Simbolon dan Nursiah Lumbantobing. Ayahnya, dikenal sebagai ‘Mandur Pulo Tao.’  Pada masa itu ayahnya bertugas sebagai mandor untuk mengurusi pekerja di tempat peristirahatan Belanda. Kehidupan di Pulo Tao turut membentuk kepribadian dan karakter Maludin Simbolon yang tegas, disiplin, teratur dan hidup bersih.

Pada masa kanak-kanaknya, Maludin Simbolon sudah sering bermain bersama dengan anak-anak Belanda yang berlibur di Pulo Tao. Maludin Simbolon mengemban pendidikan di sekolah bergengsi di Narumonda, yaitu sekolah Hollandsch Inlandse School (HIS). Saat mengemban pendidikan di sekolah HIS, Ia menjadi siswa berprestasi.

Setelah tamat dari sekolah HIS, Ia melanjutkan sekolah ke Christelijke Hollandsch Inlandsche Kweekschool (Chr. HIK), yakni sekolah guru di Solo dan tamat pada tahun 1938 dengan predikat terbaik. Berangkat dari Belawan ke Tanjung Priok dengan menumpang kapal Koninkelijke Paketvaart Matschappij (PKM) yakni Perusahaan Pelayaran Kerajaan Belanda. Lalu, menjadi guru sekolah HIS di Kartasurya (Solo).

Selama menjadi guru, berkenalan dengan seorang bidan  yang bekerja di poliklinik zending yang kelak menjadi istrinya.

Dari perkawinan itu, Ia dianugerahi dua orang putri dan tiga orang putra yang kelima anak itu diberi dengan nama berkharakteristik Jawa.

Cita-citanya memperoleh ijazah dari Hoofdacte Cursus tidak kesampaian berhubung pecahnya Perang Dunia II di Eropa.

Tak hanya itu saja, pada 10 Mei 1940 negeri Belanda telah diduduki pasukan Jerman. Hal ini membuatnya memutuskan untuk keluar dari sekolah HIS Solo,  kemudian menjadi guru di Curup.

Selama di Curup, Maludin Simbolon bertemu dengan Sucipto. Dalam perkenalan itu membawa pemahaman Maludin Simbolon menjadi paham nasionalisme, khususnya berdasarkan pendapat Ir.  Sukarno.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved