Liputan Khusus

Ujung Senja Kala Tembakau Deli, Pernah Menghasilkan Triliunan Rupiah Kini Dianggap Tak Menguntungkan

Pada tahun kejayaannnya, penjualan tembakau deli mencapai 50 juta gulden atau kira-kira sama dengan Rp 43 triliun sekarang.

Tribun Medan/Risky Cahyadi
Cerutu dengan pembungkus menggunakan daun tembakau deli. 

Kondisi yang serba tak pasti ini membuat para pekerja ini bekerja dalam kewaswasan. Sebab setiap saat mereka bisa saja dipindahkan ke tempat lain. Atau dipensiunkan.

"Kalau ingat dulu rasa-rasanya seperti enggak percaya saja. Sekarang tinggal kami-kami saja, lah, di sini. Tembakau enggak banyak lagi. Padahal dulu pernah kami ekspor tembakau seribu bal. Sekarang sepersepuluhnya saja enggak ada lagi," kata perempuan pekerja yang lain. Seperti perempuan sebelumnya, ia juga menolak menyebutkan nama.

"Enggak usahlah (disebut nama). Untuk apa. Pastinya sampai sekarang kami masih bekerja di sini. Entah sampai kapan. Saya sudah 30 tahun bekerja. Rata-rata kami di sini sejak masih muda sekali."

Ditanya harapannya, perempuan ini dan rekan-rekannya cuma mengangkat bahu.

"Sejujurnya kalau dari hati, ya, sedih. Pastinya kecewa juga. Tembakau Deli ini kelas dunia. Tembakau diimpor ke luar negeri. Ke Jerman yang bagus. Kalau yang kualitas sedang sampai rendah ke Amerika. Kenapa bisa seperti ini sekarang? Cuma kami mau bilang apa? Kami cuma pekerja. Semua, kan, tergantung sama direksi," katanya.

Tidak Menguntungkan

Humas PTPN II Sutan Panjaitan membenarkan lahan tanam tembakau deli memang tinggal lima.

Menurutnya, penyusutan disesuaikan dengan kebutuhan. Saat ini tembakau deli memang sudah tidak lagi menjadi komoditas yang menguntungkan perusahaan.

"Faktor umumnya karena ongkos produksi yang tinggi. Tembakau ini sangat sensitif. Prosesnya untuk jadi bahan jadi pembungkus cerutu sangat panjang dan semua harus dilakukan secara teliti. Sebab untuk diekspor mesti benar-benar sempurna. Bukan kualitas kita menurun. Cuma kadangkala ada beberapa faktor yang membuat standar sulit tercapai. Misalnya, cuaca," katanya menjelaskan.

Ditanya mengenai jumlah produksi saat ini, Sutan bilang dirinya tidak memegang data. Selain itu, data akan terkoreksi karena akan masuk musim tanam baru.

"Saya koordinasikan lebih lanjut ini sama Kabag Tanaman. Nanti bisa kita bicarakan lebih lanjut. Karena, kan, ini mau masa tanam dulu. Pasti berubah datanya. Jadi nanti lebih enak ceritanya," ujar Sutan.

Namun begitu, Sutan memberi gambaran bahwa dari tembakau deli PTPN II memang tidak lagi dapat meraup laba sebagaimana sebelumnya.

Tembakau deli pertama kali diekspor ke Rotterdam, Belanda, tahun 1864.

Pekerja di gudang tembakau milik PTPN II di Buluhcina, Deliserdang.
Pekerja di gudang tembakau milik PTPN II di Buluhcina, Deliserdang. (Tribun Medan/Risky Cahyadi)

Lima tahun berselang dibentuk firma Deli Maatchappij NV. Saat itu luas lahannya mencapai 171.235 ha. Tiga tahun setelahnya didirikan pula firma Senembah Maatchappij NV.

Tahun 1913 menjadi tahun dengan pendapatan ekspor tertinggi dalam sejarah tembakau deli. Angkanya sampai 50 juta gulden atau kira-kira sama dengan Rp 43 triliun sekarang.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved