Liputan Khusus
Syahwat Mafia Beras Jelang Pemilu, Impor Gencar saat Musim Panen
Rizal Ramli melihat ada kelangkaan yang dibuat-buat yang dilakukan oleh para mafia pangan.
JAKARTA, TRIBUN - Hukum pasar; supply and demand (penawaran dan permintaan), seakan tidak berlaku dalam perdagangan komoditas beras saat ini. Pasokan berlimpah, surplus; impor tetap berjalan, tetapi harga justru naik.
Mengapa impor beras dilakukan jor-joran saat musim panen raya, dan apakah ada peran mafia beras untuk meraih rente sebagai upaya pengumpulan dana partai politik menjelang pemilihan umum?
Sejumlah orang meyakini hal ini. Mantan Kepala Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog), Rizal Ramli dan anggota DPR RI yang lama membidangi pangan, Firman Soebagyo, termasuk di antaranya.
Rizal Ramli membeberkan soal bagaimana para mafia atau rente di bidang pangan Indonesia menjalankan praktik bisnis tak terpuji. Saat bertandang ke redaksi Tribun Network di Jakarta, tengah pekan lalu, Rizal menjelaskan ada tiga komiditas bahan pangan pokok yang menjadi permainan para mafia.
"Beras, gula, dan garam. Total nilai impor mencapai angka sekitar Rp 23 triliun. Belum juga yang lain-lain, seperti bawang," katanya.
Rizal melihat ada kelangkaan yang dibuat-buat yang dilakukan oleh para mafia pangan.
"Di gula misalnya, wah, ini perlu impor untuk gula industri. Pada praktiknya, gula industri itu bocor, diubah sedikit untuk gula konsumen biasa," ujarnya.
Rizal yang pernah menjabat Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan Indonesia masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, mencatat ada sebelas pabrik gula baru, tapi tidak memiliki perkebunan tebu.
"Cuma menunggu izin kuota. Gula rafinasi, diproses untuk gula konsumen, untungnya luar biasa. Ada di Jawa, juga di Gorontalo," ungkapnya.
Saat ditanya siapa saja mafia impor beras ini, Rizal meminta Tribun tidak merekam pembicaran, alias off the record.
Dia kemudian membeberkan sejumlah nama, termasuk seorang ketua umum partai politik, pengacara ternama, dan pejabat di bidang penegakan hukum.
Polemik mengenai impor beras ini mencuat setelah Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, berseteru dengan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita.
Buwas, sebutan populer Waseso, geram kepada menteri lantaran kebijakan Kemendag yang menyetujui izin impor beras sebesar 2 juta ton pada tahun 2018.
Jumlah ini dianggap Buwas terlalu banyak lantaran cadangan beras Bulog sampai sekarang mencapai 2,4 juta ton dan cukup mengisi perut rakyat Indonesia sampai Juni 2019.
Anggota DPR RI dan politisi senior Partai Golkar, Firman Soebagyo, mengatakan impor beras masih akan tetap berjalan meskipun di tengah musim panen lokal.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/beras-impor_20180314_134737.jpg)