Sumut Terkini

Jadi Temuan BPK, Mangkraknya Proyek Pembangunan Kantor Bupati Tapteng, Pakai Dana PEN Rp 75 Miliar

BPK mencatat pengelolaan utang daerah yang tidak transparan serta kelemahan dalam pencatatan dan pelaporan kewajiban daerah. 

Penulis: Azis Husein Hasibuan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/AZIS
MIRIP SARANG WALET - Pembangunan Gedung Kantor Bupati Tapteng mangkrak. Warga merasa gedung ini mirip sarang walet.  

TRIBUN-MEDAN.com, TAPTENG- Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang mangkraknya proyek pembangunan Kantor Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng).

Ternyata proyek pembangunan Kantor Bupati Tapteng yang dicap mirip sarang walet, digunakan menggunakan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Saat itu Pemkab Tapteng ketika dijabat Bachtiar Sibarani menggunakan dana PEN untuk pembangunan kantor bupati, senilai Rp75,9 miliar tahun 2021.

Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK menemukan proyek tahun jamak yang dijalankan tanpa Perda, sebuah pelanggaran langsung terhadap PP 12/2019 tentang pengelolaan keuangan daerah. 

Saat itu, BPK meminta agar semua proyek tahun jamak disesuaikan dengan ketentuan hukum, tetapi Pemda Tapteng tidak menunjukkan perubahan signifikan. 

“Dari sinilah muncul pembiasaan melanggar aturan di level tinggi, yang kelak menular ke pelaksanaan pinjaman PEN,” kata Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch, Iskandar Sitorus, Rabu (29/10/2025).

Iskandar Sitorus menjelaskan, LHP tahun 2021 menjadi titik krusial.

BPK mencatat pengelolaan utang daerah yang tidak transparan serta kelemahan dalam pencatatan dan pelaporan kewajiban daerah. 

BPK sudah menegaskan perlunya perbaikan tata kelola utang dan peningkatan transparansi. Namun rekomendasi ini tidak dijalankan secara serius. 

Kondisi tersebut menciptakan “lahan subur” bagi pencairan dana PEN tanpa dokumen formal, karena sistem keuangan daerah sudah terbiasa longgar terhadap kewajiban administratif.

Akhirnya, pada periode 2022–2023, BPK menyoroti hal paling fatal, yaitu rekomendasi-rekomendasi lama belum ditindaklanjuti secara maksimal. 

Artinya, selama hampir sepuluh tahun, peringatan BPK diabaikan begitu saja.

Akibatnya, pengawasan internal melalui Inspektorat dan pengawasan eksternal melalui DPRD benar-benar kolaps. 

Tidak ada mekanisme kontrol yang efektif, sehingga pelanggaran besar seperti pencairan Dana PEN tanpa surat usulan bisa lolos tanpa peringatan sedikit pun.

Pola tersebut memperlihatkan bahwa skandal dana PEN Tapteng bukan peristiwa kebetulan, melainkan hasil dari busuknya tata kelola yang bertahun-tahun dibiarkan. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved