Petani Unjuk Rasa ke Kantor Gubernur, Bawa Pick-up Berisi Buah-buahan
Salah satu Ketua Aksi dari Aliansi Pejuang Reforma Agraria menyampaikan tuntutannya di Kantor Gubernur Sumut.
Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Eti Wahyuni
"Kami sedang kesusahan, jika lahan kami untuk menanam buah diambil oleh pihak Nirvana (perusahaan) bagaimana dengan ekonomi kami. Untuk itu, kami berharap itu segera dihentikan.
Sementara itu petani asal Kabupaten Dairi Absari, memprotes terkait harga pupuk yang melambung tinggi.
“Harga pupuk mahal sekali, HET-nya pun enggak jelas ke petani, harganya enggak sinkron. Sekarang dijual Rp 160 ribu per karung, kalau harga dari pemerintah itu kan sebenarnya dijual Rp 120 ribu per karung,” jelasnya.
Absari menjelaskan, saat ini biaya produksi yang melambung tinggi membuat para petani tertekan. Terlebih, pihaknya hanya dapat menjual gabah kering di bawah HET pemerintah.
“Kalau petani ini yang dirasakan meresahkan itu semua harga produksi naik seperti pupuk, racunnya, biaya angkutnya, kalau petani naikkan sedikit sudah pada ribut. Harga gabah kering kita jual Rp 6.200 per kg,” tuturnya.
Disinggung mengenai penyerapan gabah kering oleh Bulog sesuai HPP seharga Rp 6.500 per kg, Absari mengatakan, harus sesuai dengan kualitas padi tersebut.
“Lihat padinya kan, dilihat persentase kadarnya. Kalau enggak sesuai ya rugi enggak bisa dijual. Biasanya itu kadarnya 5,6 persen atau 5,8 persen, paling tinggi itu 6 persen,” jelasnya.
Menurutnya, saat ini keuntungan yang mereka dapat cukup sedikit. Untuk itu ia meminta pemerintah fokus dalam permasalahan ini.
“Kalau keuntungan ya tipis sekali lah. Harapan kita Pemerintah bijak lah dan kalau bisa tidak boleh lagi beli gabah petani di bahwa Rp 6.500,” lanjutnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Seratusan-petani-yang-berasal-dari-KabupatenKota-Sumut-menggelar-aksi-unjuk-rasa_11.jpg)