Sumut Terkini
Kebijakan Penurunan Komisi Ojol, Pengamat Ekonomi Sumut: Kajian Mendalam Sebelum Terapkan
Jika ruang gerak aplikator berkurang, terutama dalam memberikan promo ke pelanggan, justru bisa menekan permintaan layanan ojol.
Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Benjamin Gunawan, menegaskan pentingnya kajian mendalam sebelum pemerintah memutuskan kebijakan penurunan komisi aplikator ojek online (ojol) dari 20 persen menjadi 10 persen.
Akademisi Universitas Islam Sumatera Utara ini mengatakan, sebaiknya memang dilakukan kajian atau uji dari kebijakan tarif komisi 10 persen untuk aplikator, dari yang selama ini berada di batas atas 20 persen.
"Untuk mengetahui apakah kebijakan penurunan sharing komisi itu tidak memberikan dampak negatif terhadap ekosistem industri ride hailing. Sebaiknya kebijakan tersebut diuji terlebih dahulu,” jelasnya, Kamis (18/9/2025).
Benjamin mengingatkan, meski tuntutan driver ojol menurunkan komisi menjadi 10 persen bisa dimaklumi demi kesejahteraan, dampak lain juga harus diperhatikan.
Jika ruang gerak aplikator berkurang, terutama dalam memberikan promo ke pelanggan, justru bisa menekan permintaan layanan ojol.
“Jangan sampai kebijakan ini diambil justru membuat penggunaan jasa layanan ojol masyarakat turun, yang pada akhirnya memicu penurunan pendapatan,” katanya.
Ia mencontohkan, jika komisi tetap 20 persen, seorang driver bisa mendapat 10 orderan per hari dengan penghasilan bersih Rp150 ribu.
"Apabila komisi diturunkan menjadi 10 persen, penghasilan per order memang naik, tetapi jumlah order belum tentu tetap sama, apalagi jika promo dari aplikator berkurang," jelasnya.
Dengan penurunan sharing komisi aplikator menjadi 10 persen, ia mempertanyakan, apakah ini tetap akan menjamin bahwa konsumen akan melakukan pemesanan melalui ojol? Atau justru membuat konsumen tidak lagi menggunakan ojol.
Dari sisi ekonomi, ia menyebut perhitungan rentabilitas memang bisa menunjukkan keuntungan bagi driver, tetapi dari sisi profitabilitas risikonya juga besar.
Oleh sebab itu, ia menilai skema 20 persen yang berlaku saat ini masih cukup tepat.
“DPR sebaiknya menjadi penengah tuntutan para ojol saat ini. Jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang justru merusak ekosistem industri ride hailing itu sendiri,” tegasnya.
Keberadaan ojol selama ini, menurut Benjamin menjadi bantalan ekonomi di tengah sulitnya lapangan kerja.
"Jika ekosistemnya terganggu, dampaknya bisa berpengaruh besar terhadap data pengangguran nasional," katanya.
(Cr5/tRIBUN-MEDAN.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Bobby Nasution Sepakat TPL Ditutup Usai Bertemu Dengan Tetua Adat: Paling Lama Seminggu |
|
|---|
| Bertemu Tetua Adat Selama 2 Jam, Bobby Sepakat TPL Ditutup: Surat Rekomendasi Paling Lama Seminggu |
|
|---|
| Tahun 2026, Dinas PRKP Siantar Pakai Eks-Rumah Singgah Covid-19 Sebagai Kantor Baru |
|
|---|
| Akademisi Asia Tenggara Bedah Geopolitik Presiden Prabowo dalam Seminar Internasional di UINSU |
|
|---|
| Polres Tanah Karo Terbitkan Informasi DPO Pelaku yang Terlibat Dalam Pembunuhan Warga Nias |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Ratusan-driver-ojol-menggelar-aksi-unjuk-rasa-di-Kantor-Gubernur-Sumut_111.jpg)